Minggu, 02 Juni 2013

Cerita Hikmah "Maha guru dan Seorang Sufi"


Dikisahkan Syekh Abu Dairy adalah seorang ulama' terkenal, beliau menguasai puluhan kitab bahkan ratusan kitab, santrinya banyak mencapai ribuan, dan beliau dikenal sbg Maha Guru, suatu saat Syekh Abu Dairy mengalami kegundahan hati, akhirnya beliau sholat malam utk minta petunjuk pd Allah bagaimana utk mengatasi kegundahan hati ini, maka Allah memberi isyaroh lewat mimpi, Syekh Abu Dairy bertemu dg malaikat dan malaikat itu memberi petunjuk "Carilah Adi Sufi, kegundahanmu akan hilang saat engkau bertemu dengannya". Keesokan harinya saat Syekh Abu Dairy bangun, maka dia menyuruh salah seorang santrinya untuk mencari Adi Sufi. Dan santrinya setelah mencari beberapa hari akhirnya dpt informasi tentang Adi Sufi, dia tinggal di rumah yg amat sederhana, dinding2nya dari bambu dan lantainya tanah.

Santri tadi langsung bilang, ada seorang yg namanya Adi Sufi tapi dia itu orang miskin yg kelihatannya bodoh, kenapa Syekh Abu Dairy ingin menemui dia? sang Syekh Abu menjawab "sudahlah, skrg antarkan aku ke rumah Adi Sufi tsb". Setelah menempuh perjalanan maka sampailah Syekh Abu Dairy dan seorang santrinya ke rumah Adi Sufi yg sederhana tsb.
Syekh Abu Dairy: "Assalaamu'aikum Yaa Adi Sufi, maka Adi Sufi membukakan pintu dan menjawab "Wa'alaikumussalam, silahkan masuk kalian berdua, setelah ketiganya berada di dalam rumah, Adi Sufi menanyakan maksud kedatangan tamunya ini dan bertanya "siapa anda2 ini koq tiba2 datang ke rumahku yg sederhana ini?" Syekh Abu Dairy menjawab "Saya Syekh Abu Dairy dan ini salah satu santri saya, saya datang kemari ingin minta saran kepada anda?" Adi Sufi menjawab: Ooo...anda ulama' terkenal itu ya, apakah anda merasa mampu jadi seorang guru? maka Syekh Abu Dairy menjawab: Ya, saya mampu, maka Adi Sufi berkata: Kalau sudah merasa mampu buat apa kemari, pulang saja sana...gak ada gunanya kau kemari?, santri Syekh Abu Dairy tdk terima gurunya dihina, santri tsb bilang pd gurunya "Syekh lebih baik kita pulang, benar kan perkiraan saya dia hanyalah orang miskin yg bodoh" Syekh Abu Dairy langsung menatap tajam ke santrinya tsb dan berkata "Diam, kau ini tidak mengerti apa-apa!...akhirnya sang santri diam, dan Syekh Abu Dairy berkata pada Adi Sufi "Tolong saya, saya belum mampu menjadi guru, saya tidak mengerti apa-apa" Dengan pengakuan yg tulus ini akhirnya Adi Sufi tidak jadi mengusir Syekh Abu Dairy dan berkata: "Baguslah kau sadar...

sekarang saya akan ajukan pertanyaan2 yg mudah, bila bisa menjawab kau layak jadi guru, bila belum dpt menjawab maka kau masih perlu belajar lagi"

Adi Sufi: pertanyaan pertama, tahukah engkau cara makan yg benar?
Syekh Abu Dairy: tahu, pertama baca bismillah, kemudian makan dg tangan kanan dan berhenti sebelum kenyang
Adi Sufi: salah...! dasar bodoh..! pertanyaan mudah saja tidak bisa kau jawab, aneh sekali kau bisa menjadi "Syekh/guru besar"

Santri yg tidak tahan gurunya dihina utk kedua kalinya berkomentar: Hai bodoh..! jangan menghina guruku beliau itu Maha Guru, kau tidak ada apa-apanya, guru ayo pulang saja, percuma bicara ma orang bodoh!

Syekh Abu Dairy langsung marah pd santrinya: Diam..! ini urusanku dg Adi Sufi bila kau tdk suka plg saja sendiri...! maka sang santri ketakutan dan terpaksa diam dg hati yg mendongkol, hehehe....kasihan ya teman teman si santri ini....

Syekh Abu Dairy: ya saya bodoh, tolong pertanyaan lain, insya Allah saya bisa menjawab
Adi Sufi: pertanyaan kedua, tahukah engkau cara tidur yg benar?
Syekh Abu Dairy: tahu, sebelum tidur saya berwudlu dulu, kemudian aku berbaring sebagaimana berbaringnya Rosulullah sewaktu tidur dan sebelum kupejamkan mata ku membaca do'a sebelum tidur dan surat al-Ikhlas 7 kali

Adi Sufi: salah lagi....sekarang coba kau jawab pertanyaan yg ketiga ini yg paling penting krn kau guru agama, bagaimana cara kau mengajarkan agama
Syekh Abu Dairy: Aku mengajar agama berdasarkan Qur'an dan Hadits, dan setiap hari ku ajar mereka dg materi baru dan berbeda agar para santriku tidak bosan menerima pelajaranku

Adi Sufi: salah.....! jawaban kamu salah semua.......

Syekh Abu Dairy: kalau begitu berilah petunjuk diriku yg bodoh ini

Adi Sufi: baiklah bila kamu telah mengakui kekuranganmu, sebenarnya jawabanmu semua tadi itu benar tapi benar bg org2 yg tingkatannya masih kesadaran mata, sdangkan kau guru harusnya kau lebih tinggi tingkatannya yaitu tingkatan kesadaran akal. ini aku beri penjelasan utk soal pertama sampai ke tiga

1. Cara makan yg benar, adalah lihat dulu makanannya halal atau haram, suci apa najis, kalau makan babi walau kau baca bismillah 1000x tetap akan membuatmu berdosa. Setelah jelas2 tahu bahwa makanan itu halal dan suci baru melakukan seperti apa yg kamu jawab tadi.

2. Cara tidur yg benar, yg kamu katakan tadi sebenarnya tidak seluruhnya salah, jawabanmu masih kurang tepat, bagi orang yg berakal tidak cukup hanya dzhohirnya saja yaitu berwudlu dan berdoa, tapi juga hatimu sewaktu belum tidur harus bersih dari dengki jg memaafkan semua kesalahan manusia dan bersih dari rasa cinta dunia, sehingga tidurmu adl tidur yg diridloi Allah, walau kau berwudlu dan berdoa tapi sebelum tidur di hatimu masih ada rasa dengki atau dendam atau rasa cinta dunia mngalahkan cinta pd Allah maka tidurmu adl tidur yg dimurka Allah SWT.

3. Cara mengajar yg benar, yg kamu jawab tadi itu bisa dilakukan semua orang, tidak hanya kamu, orang kafir pun yg mempelajari Qur'an dan Hadits dan dia pandai juga bisa mengajar seperti kamu, dan inti mengajar agama adl harus disertai rasa ikhlas dan hanya mengharap ridlo Allah, bukan pujian lebih2 bayaran.....faham kamu skrg Abu Dairy

Syekh Abu Dairy: terima kasih Adi Sufi, sekarang hilang kegundahan hatiku, atas ilmu yg kamu berikan padaku, dan kamu santriku, jangan terlalu mudah menyimpulkan orang hanya dari penampilan, keadaan atau kata katanya yg kelihatan kurang sopan, terkadang dia hanya menguji kamu, sampai di mana akhlak kamu, dan rupanya kamu harus belajar tasawuf sama Adi Sufi shg bisa berakhlak dg benar,dan skrg minta maaflah pd Adi Sufi

Santri Syekh Abu Dairy: Maafkan kelancangan saya tadi Syekh Adi Sufi, Maaf saya tadi salah paham, setelah mendengarkan penjelasan anda, ternyata anda orang 'alim

Adi Sufi: Ya saya maafkan dan tidak apa apa,sikap kamu membela guru kamu itu juga akhlak yg baik, tapi cara kamu tadi yg kurang baik, walau tujuan kamu benar, tapi kalau kamu pakai cara yg salah, sungguh demi Dzat Yang menguasai langit dan bumi, maka kebenaran tersebut sulit utk diterima.

Dari cerita ini lihat perbandingan jawaban Abu Dairy (kesadaran mata) dan jawaban adi sufi (kesadaran akal) dan dlm kisah tsb jg kumasukkan adab sbg seorang yg minta petunjuk tidak boleh "merasa mampu/merasa bisa" kerana bila ada rasa ini sulit utk menerima "ilmu" yg lebih tinggi tingkatannya.

Kami akhiri semoga kita semua selalu dlm ridlo dan hidayah dari Allah..Aamiin Allaahumma Aamiin.

Masalah Hadits Dha’if dalam Ibadah


Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hadits berfungsi menjelaskan, mengukuhkan serta 'melengkapi' firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara berbagai macam hadits itu, ada istilah Hadits Dha'if.

Dalam pengamalannya, terjadi silang pendapat di antara ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak membenarkan untuk mengamalkan Hadts Dha'if. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah sebenarnya yang disebut Hadits Dha'if itu? Benarkah kita tidak boleh mengamalkan Hadits Dha'if?

Secara umum Hadits itu ada tiga macam:
Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah SAW, tidak memiliki kekurangan serta tidak syadz(menyalahi aturan umum). Para ulama sepakat bahwa hadits ini dapat dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, aqidah dan lainnya.

Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih. 

Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan.

Hadits Dha'if ini terbagi menjadi dua:
Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari kedha'ifan-nya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i.
Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau fasiq.

Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya dapat diberlakukan dalam fada'ilul a’mal, yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentang targhib wa tarhib (janji-janji dan ancaman Allah SWT).
Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa telah terjadi ijma' di kalangan ulama tentang kebolehan mengamalkan Hadits Dha'if jika berkaitan dengan fadha'ilul a'mal ini. Sedangkan dalam masalah hukum, tafsir ayat Al-Qur' an, serta akidah, maka apa yang termaktub dalam hadits tersebut tidak dapat dijadikan pedoman. Sebagaimana yang disitir oleh Sayyid 'Alawi al-Maliki dalam kitabnya Majmu' Fatawi wa Rasa'il:

"Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha'if dapat dijadikan pedoman dalam masalah fadha'il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha'il al-a’mal, maka kami melonggarkannya". (Majmu' Fatawi wa Rasa'il, 251)

Namun begitu, kebolehan ini harus memenuhi tiga syarat.:
Pertama, bukan hadits yang sangat dha'if. Karena itu, tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sudah terkenal sebagai pendusta, fasiq, orang yang sudah terbiasa berbuat salah dan semacamnya.

Kedua, masih berada di bawah naungan ketentuan umum serta kaidah-­kaidah yang universal. Dengan kata lain, hadits tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama, tidak sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Ketiga, tidak berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut berdasarkan Hadits Dha'if, namun perbuatan itu dilaksanakan dalam rangka ihtiyath atau berhati-hati dalam masalah agama.

Maka, dapat kita ketahui, bahwa kita tidak serta merta menolak Hadits Dha'if. Dalam hal-hal tertentu masih diperkenankan mengamalkannya dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas.

WANITA YANG MEMBUAT RASULULLAH SAW MENANGIS


Dikisahkan dari Imam Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhahu:
"Suatu hari, aku dan Fatimah melihat Nabi sedang menangis tersedu- sedu.
Lalu kami bertanya:”Ya Rosulullah, apa yang membuatmu menangis seperti ini” .
Rosulullah menjawab:”Di malam Mi’raj, aku melihat sekelompok wanita dari umatku dalam keadaan tersiksa dengan siksaan yang pedih hingga membuatku menangis.
Aku melihat perempuan dalam keadaan rambutnya tergantung dan otaknya mendidih.
Aku melihat perempuan yang lidahnya terjulur dan disiram dengan air neraka yang panas.
Dan sebagian lagi memakan dagingnya sendiri, di bawah badan mereka ada api yang menyala, dan sebagian lagi kaki dan tangan dalam keadaan terikat, sedangkan ular dan kalajengking mengelilinginya. Dan wanita yang lainnya dalam keadaan tuli dan bisu dan dia ditaruh dalam peti yang penuh dengan api yang menyala. Otaknya keluar dari hidungnya dan badannya robek-robek sampai terpisah dari tulangnya.
Dan berbagai siksaan-siksaan yang aku lihat di sana.”

Lalu Fatimah bertanya,”Ya Rosulullah, mengapa mereka di siksa oleh Allah SWT sedangkan mereka adalah wanita-wanita yang beriman ?”
Rosulullah menjawab:“Wahai Puteriku, wanita yang digantung rambutnya, adalah wanita yang tidak memakai Jilbab padahal kebenaran sudah disampaikan kepadanya,
wanita yang lidahnya terjulur dan digunting dengan gunting raksasa adalah wanita yang menyakiti hati suaminya,
wanita yang payudaranya di gantung adalah wanita yang tidak mau tidur dengan suaminya,
wanita yang kakinya di gantung adalah wanita yang keluar dari rumah tanpa seizin suaminya,
wanita yang memakan dagingnya sendiri adalah wanita yang merias dirinya untuk orang lain,
wanita yang kakinya diikat dan di kelilingi ular dan kalajengking adalah wanita yang sholat dengan pakaian najis serta tidak mandi setelah haid atau bersenggama,
wanita yang tuli dan bisu adalah wanita yang berbuat zina dan anak-anaknya diserahkan pada suaminya, wanita yang menggunting badannya sendiri adalah wanita yang membanggakan diri sendiri pada orang lain, wanita yang badannya dan mukanya terbakar dan dia memakan ususnya serta semua isi perutnya adalah wanita yang menyuruh orang lain berbuat zina,
wanita yang kepalanya kepala babi dan badannya badan keledai adalah wanita yang suka berbohong dan mengadu domba,
dan wanita2 telanjang yang bermuka anjing lalu api neraka dimasukkan dari duburnya dan keluar dari mulutnya adalah wanita yang suka bernyanyi ditempat-tempat maksiat.”

Suatu hari Aisyah datang menghadap Nabi dan bertanya:”Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak terhadap seorang perempuan?”
Nabi menjawab:” Suaminya”.
Aisyah bertanya: “ siapa yang paling berhak terhadap seorang laki-laki”
Nabi menjawab:”Ibunya”.

Dalam suatu riwayat Muadz bin Jabal datang dari syam lalu dia sujud dihadapan Rosululloh.
Rosulullah bertanya:”Apa yang sedang kamu lakukan”.
Muadz menjawab:” Ini adalah adat buat kami, apabila seorang pemimpin datang, kami harus bersujud kepada pemimpin tersebut, dan aku pun ingin bersujud padamu ya Rosululloh”.
Lalu Rasulullah bersabda:”Janganlah kalian bersujud terhadap sesama manusia. Dan seandainya sujud terhadap manusia itu diperbolehkan, maka aku akan memerintahkan perempuan untuk sujud pada suaminya. Dan aku bersumpah atas nama Allah tidak ada perempuan yang mengerjakan hak Allah kecuali dia mengerjakan hak-hak suaminya”.

Kerisauan Rasulullah kepada kita ummatnya tidak terbatas ruang dan waktu, Beliau sangat mengkhawatirkan umatnya hingga dalam shalatnya pun kaki beliau bengkak hanya untuk mendoa’akan bagaimana seluruh manusia bisa selamat.

By Mibinibinu Bin Yahya (MBY) – Sayid Muhamad Iqbal Al-Yahya