التعريف بالشهادتي
Muqadimah
Syahadat merupakan hal
yang sangat penting bagi seseorang, yang akan menentukan perjalanan
kehidupannya. Dengan syahadat, orientasi duniawi (baca; materiil) akan berubah
menjadi orientasi ukhrawi yang secara langsung atau tidak dapat merubah tujuan
dan perjalanan hidup seseorang. Dan dengan syahadat ini pulalah, Rasulullah SAW
mengubah kondisi masyarakat Arab, dari kehidupan yang jahili menuju kehidupan
yang Islami.
Syahadat membawa perubahan
mendasar dalam jiwa setiap insan. Syahadat merubah kondisi masyarakat dari
akarnya yang paling bawah; yaitu dari sisi relung hatinya yang paling dalam.
Ketika hati telah berubah, maka segala gerak gerik, tingkah laku, pola pikir,
kejiwaan dan segala tindak tanduk akan berubah pula.
Namun tentulah untuk
dapat mewujudkan perubahan seperti itu, harus terlebih dahulu memahami hakekat
yang terkandung dalam kalimat yang membawa perubahan itu. Para
sahabat, yang mereka semua sebagian besar orang Arab, sangat memahami makna
yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sehingga ketika mereka mengucapkannya,
merekapun mengetahui dan memahami konsekwensi yang bakal mereka terima dari
ucapannya. Oleh karena itulah, tidak sedikit kasus adanya penolakan dari mereka
untuk mengucapkan kalimat tersebut. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan
akan dapat mengatakan sepuluh kalimat, asalkan bukan kalimat yang satu itu.
Urgensi
Syahadatain
Dari sinilah, kita dapat memetik urgensi (baca ; ahamiyah) dari syahadat. Dan
terdapat beberapa urgensi syahadat penting lainnya. Diantaranya adalah:
1. (مَدْخَلٌ
إِلَى اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan pintu gerbang masuk ke dalam Islam.
Karena pada hakekatnya, syahadat merupakan pemisah seseorang dari kekafiran
menuju Iman. Artinya dengan sekedar
mengucapkan syahadat, seseorang telah dapat dikatakan sebagai seorang muslim.
Demikian pula sebaliknya, tanpa mengucapkan syahadat, seseorang belum dapat
dikatakan sebagai seorang muslim, kendatipun baiknya orang tersebut.
Dalam syahadat seseorang akan mengakui bahwa hanya Allah lah satu-satunya Dzat
yang mengatur segala sesuatu yang ada di jagad raya, termasuk mengatur segala
aspek kehidupan manusia dengan mengutus seorang rasul yang ditugaskan untuk
membimbing umat manusia, yaitu nabi Muhammad SAW.
2. (خُلاَصَةُ تَعَالِيْمِ
اْلإِسْلاَمِ)
Syahadat merupakan intisari dari ajaran Islam.
Karena syahadat mencakup dua hal: Pertama konsep la ilaha ilallah;
merealisasikan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah, baik yang dilakukan
secara pribadi maupun secara bersamaan (berjamaah). Dari sini akan melahirkan
keikhlasan kepada Allah SWT. Kedua, konsep Muhammad adalah utusan Allah,
mengantarkan pada makna bahwa konsep ini menjadi konsep yang mengharuskan kita
untuk mengikuti tatacara penyembahan kepada Allah sebagaimana yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain sering disebut dengan ittiba’.
3. (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ)
Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat.
Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara
secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri
insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang
akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum, hingga mereka mau
merubah diri mereka sendiri.”
4. (حَقِيْقَةُ دَعْوَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
Syahadat merupakan hakekat da’wah Rasulullah SAW.
Karena pada hekekatnya da’wah Rasulullah SAW adalah da’wah untuk menegakkan dua
hal; yaitu mentauhidkan Allah. Dan kedua menggunakan metode Rasulullah SAW
dalam merealisasikan ibadah kepada Allah SWT.
5. (فَضَائِلٌ عَظِيْمَةٌ)
Syahadat memiliki keutamaan yang besar.
Diantaranya keutamaanya adalah sebagaimana yang digambarkan dalam hadits
berikut:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Dari Ubadah bin al-Shamit, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang
siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah, maka Allah akan mengharamkam neraka baginya”. (HR. Muslim)
Arti Kata Syahadat
Ditinjau dari segi bahasa, sedikitnya terdapat tiga arti dari kata syahadat,
ketiga makna tersebut adalah :
1. (الإعلان/ الإقرار) Pernyataan
Mengenai makna ini, Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an (QS. 3 : 18) :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ
وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Seseorang yang bersyahadat, berarti ia telah menyatakan sesuatu, sesuai dengan
apa yang dinyatakannya. Dalam hal ini seseorang menyatakan bahwa tiada tuhan
selain Allah dan bahwanya Muhammad adalah utusan Allah.
2. (القسم / الحلف) Sumpah
Allah berfirfirman (QS. 24 : 6):
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ
لَهُمْ شُهَدَاءُ
إِلاَّ أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ
بِاللَّهِ إِنَّهُ
لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar.”
Seseorang yang bersyahadat, maka ia sesungguhnya telah menyatakan diri dengan
bersumpah, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. (العهد / الوعد) Perjanjian
Allah berfirman (QS. 2 : 84) :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لاَ تَسْفِكُونَ
دِمَاءَكُمْ وَلاَ
تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ
وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu
tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir
dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar
(akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.”
Seorang yang bersyahadat, sesungguhnya ia telah berjanji kepada Allah SWT untuk
mentauhidkannya (tiada tuhan selain Allah), demikian juga berjanji untuk
menjadikan nabi Muhammad adalah benar-benar utusan Allah, yang harus ia ikuti.
Syarat Diterimanya Syahadat
Melihat makna syahadat
di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata syahadat bukanlah
merupakan hal sepele yang ringan diucapkan oleh lisan. Namun syahadat memiliki
konsekwensi yang demikian besarnya di hadapan Allah SWT. Oleh karena itulah,
kita melihat para sahabat Rasulullah SAW yang langsung memiliki perubahan yang
besar dalam diri mereka, setelah mengucapkan kalimat tersebut.
Berkenaan dengan hal ini, kita perlu melihat sejauh mana batasan-batasan yang
dapat menjadikan syahadat kita dapat diterima oleh Allah SWT. Para
ulama memberikan beberapa batasan, agar syahadat seseorang dapat diterima.
Diantaranya adalah:
1. (العلم المنافي للجهل) Didasari dengan ilmu.
Yaitu (pengetahuan) tentang makna yang dikandung dalam syahadat, dengan
pengetahuan yang menghilangkan rasa ketidaktahuan tentang syahadat yang akan
diucapkannya itu. Allah berfirman (QS. 47 : 19) :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mumin, laki-laki
dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”
2. (اليقين المنافي للشك) Didasari dengan keyakinan
Artinya seseorang ketika mengucapkan syahadat, tidak hanya sekedar didasari
rasa tahu bahwa tiada tuhan selain Allah, namun rasa ‘tahu’ tersebut harus
menjadi sebuah keyakinan dalam dirinya bahwa memang benar-benar hanya Allah Rab
semesta alam. Allah berfirman (QS. 49 : 15):
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”
3. (الإخلاص المنافي للشرك) Didasari dengan keikhlasan
Keyakinan mengenai keesaan Allah itupun harus dilandasi dengan keikhlasan dalam
hatinya bahwa hanya Allah lah yang ia jadikan sebagai Rab, tiada sekutu, tiada
sesuatu apapun yang dapat menyamainya dalam hatinya. Keiklasana seperti ini
akan menghilangkan rasa syirik kepada sesuatu apapun juga. Allah berfirman (QS.
98 : 5):
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ
دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.”
4. (الصدق المنافي للكذب) Didasari dengan kejujuran
Persaksian itu juga harus dilandasi dengan kejujuran, artinya apa yang
diucapkannya oleh lisannya itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya.
Karena jika lisannya mengucapkan syahadat, kemudian hatinya meyakini sesuatu
yang lain atau bertentangan dengan syahadat itu, maka ini merupakan sifat
munafik. Allah berfirman (QS. 2 : 8 – 9):
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ
وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ* يُخَادِعُونَ
اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ*
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan
Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal
mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”
5. (المحبة المنافية للبغض والكراهة) Didasari dengan rasa cinta/
keridhaan
Maknanya adalah bahwa seseorang harus memiliki rasa kecintaan kepada Allah
SWTdalam bersyahadat. Karena dengan adanya rasa cinta ini, akan dapat
menghilangkan rasa kebencian kepada Allah dan al-Islam. Allah SWT berfirman
(QS. 2 : 165):
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ
أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى
الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ
لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada
hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”
6. (القبول المنافي للرد) Didasari dengan rasa penerimaan
Syahadat yang diucapkan juga harus diiringi dengan rasa penerimaan terhadap
segala makna yang terkandung di dalamnya, yang sekaligus akan menghilangkan
rasa “ketidak penerimaan” terhadap makna yang dikandung syahadat tersebut.
Allah berfirman (QS. 33 : 36):
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ
يَعْصِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan
ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.”
7. (الإنقياد المنافي للإمتناع
والترك وعدم العمل)
Didasari dengan rasa kepatuhan (terhadap konsekwensi syahadat).
Terakhir adalah bahwa syahadat memiliki konsekwensi dalam segala aspek
kehidupan seorang muslim. Oleh karenanya seorang muslim harus patuh terhadap
segala konseksensi yang ada, yang sekaligus menghilangkan rasa ‘ketidakpatuhan’
serta keengganan untuk tidak melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan
Allah dan Rasulullah SAW. Allah berfirman (QS. 24 : 51):
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا
إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mumin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan."
"Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
Makna Syahadatain
1. Uraian makna dan fungsi kata La ilaha ilallah (لآ إله إلا الله)
Kata
Makna
Fungsi
La (لا)
Tiada/ Tidak
Nafi (النفي):
Peniadaan
Ilaha (إله)
Tuhan (yang disembah)
Manfa (المنفى): yang dinafikan/ ditiadakan.
Illa (إلا)
Kecuali
Adatul Istisna’ (أداة الإستثناء): pengecualian.
Allah (الله)
Allah SWT
Al-Mustasna (المستثناء) :yang dikecualikan
2. Arti la ilaha ilallah
Ilah secara bahasa memiliki arti sesuatu yang disembah. Dimensi Ilah dalam
kehidupan ini dapat mencakup makna yang luas, diantaranya adalah :
a) Malik (المالك) raja/ pemiliki :
Tiada Pemiliki/ Raja selain Allah SWT/ Tiada kerajaan selain untuk Allah SWT.
Allah SWT berfirman (QS. 4: 131)
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ
اتَّقُوا اللَّهَ
وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ
وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami
telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan
(juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka
(ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah
kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
b) Hakim (الحاكم) ; Pembuat hukum.
Tiada pembuat hukum selain Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam
(QS. 6 : 114) :
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي
أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ
الْكِتَابَ مُفَصَّلاً وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
يَعْلَمُونَ
أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلاَ
تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang
telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang
telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu-ragu.”
Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 6 : 57)
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
c) Amir (الأمير) : Pemerintah (yang berhak memberikan
perintah)
Tiada pemerintah (yang berhak memberikan perintah atau larangan) selain Allah
SWT. Dalam Al-Qur’an Allah mengatakan (QS. 7 :54):
أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ
اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah,
Tuhan semesta alam.”
d) Wali (الولي) : Pelindung/pemimpin.
Tiada pelindung/pemimpin selain Allah SWT. Allah berfriman dalam Al-Qur’an (QS.
2:257)
اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ
مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ
الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ
مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.”
e) Mahbub (المحبوب) : Yang dicintai.
Tiada yang dicintai selain Allah SWT Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengatakan (QS.
2 : 165):
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ
أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى
الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”
f) Marhub (المرهوب): Yang ditakuti.
Tiada yang ditakuti selain Allah SWT. Allah berfirman (QS. 9 : 18)
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَى
أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk.”
g) Marghub (المرغوب): Yang diharapkan
Tiada yang diharapkan selain Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 94
: 8) :
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
h) Haul wal Quwah (الحول والقوة) : Daya dan kekuatan
Tiada daya dan tiada kekuatan selain Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an (QS. 51 : 58) :
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ
الْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh.
i) Mu’dzam (المعظم) :
Tiada yang diagungkan selain Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengatakan
(QS. 22 : 32):
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا
مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah,
maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
j) Mustaan bihi (المستعان
به) : tempat dimintai
pertolongan.
Tiada yang dimintai pertolongan selain Allah SWT. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an (QS. 1 : 5) :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan
Hal-Hal yang Membatalkan Syahadat
Terdapat hal-hal yang
dapat membatalkan syahadat yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah SWT. Uzt.
Said Hawa menyebutkannya ada 20 bentuk. Berikut adalah beberapa hal yang dapat
membatalkan syahadat kita, yang memiliki konsekwensi kekufuran kepada Allah:
1. Bertawakal dan bergantung pada selain Allah.
Allah berfirman (QS. 5 : 23):
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.”
2. Bekerja/ beraktivitas dengan tujuan selain Allah.
Karena sebagai seorang muslim, seyogyanya kita memiliki prinsip: (QS.6:162)
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam”
3. Membuat hukum/ perundangan selain dari hukum Allah
Allah berfirman (QS. 5 : 57):
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ
خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan
Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”
4. Menjalankan hukum selain hukum Allah
Allah berfirman (QS. 5 : 44)
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan barang siapa yang tidak menughukum dengan apa yang telah ditirunkan Allah
(Al-Qur’an), maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”
5. Lebih mencintai kehidupan dunia dari pada akhirat.
Allah berfirman (QS. 14 : 2-3):
اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي
الأَرْضِ وَوَيْلٌ
لِلْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ * الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَيَصُدُّونَ
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ بَعِيدٍ*
“Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi
orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. (yaitu) orang-orang yang
lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah
itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.”
Dalam ayat lain Allah berfirman (QS. 9 : 24) :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ
كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى
يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
6. Mengimani sebagaina ajaran Islam dan mengkufuri
(baca; tidak mengimani) sebagian yang lain.
Allah berfirman (QS. 2 : 85):
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ
بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ
الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.”
7. Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
Allah berfirman (QS. 5: 51):
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Penutup
Pada intinya, jika seseorang
memahami dan mengetahui dengan baik apa yang terkandung dalam kalimat syahadat,
tentulah mereka akan dapat memiliki keimanan dan komitmen yang tinggi kepada
Allah, yang dapat mengantarkannya pada derajat ketaqwaan sebagaimana para
sahabat Rasulullah SAW. Barangkali kualitas keimanan kita yang rendah adalah
karena kurangnya pemahaman yang utuh mengenai kalimat ini. Sehingga meskipun
sering diucapkan lisan, namun belum dapat diterjemahkan dalam kehidupan rill
sehari-hari.
Dengan memahami kembali
makna syahadat beserta hal-hal lain yang terkait dengan dua kalimat ini, semoga
dapat menjadikan keimanan dan keislaman kita lebih baik lagi. Wajar, jika
terdapat beberapa hal yang masih kurang dalam keimanan kita. Karena kita adalah
manusia dengan segala kekurangan yang kita miliki. Oleh karena itulah, marilah
kita memperbaiki hal-hal tersebut dengan yang lebih baik lagi. Semoga Allah
menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertaqwa.
Wallahu A’lam Bis Shawab.