Syekhunal Mukarom
adalah sebutan bagi Al- Habib Abah Umar Bin Isma’il Bin Yahya, beliau lahir di
arjawinangun pada Bulan Rabiul Awal 1298 H atau 22 Juni 1888 M.
Ayahnya adalah seorang Da’i asal dari hadromaut yang menyebarkan islam di nusantara yang bernama Al-Habib Syarif Isma’il bin yahya, sedangkan ibunya adalah siti suniah binti H. Sidiq asli arjawinangun.
Diceritakan sewaktu beliau lahir sekujur tubuhnya penuh dengan tulisan arab (tulisan aurod dari Syahadat sampai akhir), sehingga sang ayah Syarif Isma’il merasa hawatir akan menjadi fitnah. Maka beliaupun menciuminya terus setiap hari sambil membacakan sholawat hingga akhirnya tulisan-tulisan tersebutpun hilang.
Ketika menginjak ke usia 7 tahun, Abah Umar nyantri ke pondok pesantren ciwedus, Kuningan. Sebelum Abah Umar berangkat mesantren ke ciwedus, KH. Ahmad Saubar sebagai pengasuh pesantren ciwedus mengumumkan kepada para santrinya bahwa pesantrenya akan kedatangan Habib Agung, sehingga para santrinya di perintahkan untuk kerja bakti membersihkan lingkungan pesantren sebagai penyambutan selamat datng bagi Habib yang sebentar lagi tiba.
Kiai juga berpesan aga Habib dihormati, dan dimuliakan, dan jangan dipersalahkan. Hingga pada waktu yang di tunggu datanglah Abah Umar ke pesantren ciwedus dalam usianya yang ke 7 tahun, para santripun geger dan bingung, karena ternyata yang datang hanyalah seorang anak kecil.
Diceritakan juga bahwa Abah Umar di ciwedus selalu hadir dalam pengajian yang disampaikan oleh KH. Ahmad Saubar baik dalam pengajian kitab kuning maupun tausiyah, namun di sana Abah Umar hanya tidur-tiduran bahkan pulas di samping kiai, sehingga para santripun mencibir/ , mencemooh.
Abah Umar menunjukan khowariknya dengan mengingatkan KH. Ahmad Saubar ketika dalam membaca kitabnya ada kesalahan, begitupun para santri yang deres di kamarpun selalu diluruskan oleh Abah Umar, dengan kejadian tersebut para santri hormat dan memuliakannya.
Setelah beberapa
waktu mesantren di ciwedus KH. Ahmad Saubar memohon kepada Abah Umar untuk
diajarka Ilmu Syahadat sesuai dengan pesan dari gurunya Embah kholil Madura.
Akhirnya KH. Ahmad Saubar yang didalamnya hadir K. Soheh Bondan Indramayu sebagai santri dewasa yang ikut bai’at syahadat.
Selang beberapa waktu sekitar dua tahunan Abah Umar pindah ke pesantren Bobos dibawah asuhan KH. Syuja’i dari pondok bobos selanjutnya pindah ke pondok buntet di bawah asuhan KH. Abbas.
Dibuntet Abah Umar bertingkahnya sama seperti waktu di ciwedus, tidak mengaji hanya bermain-main di bawah meja kiai yang sedang mengajar ngaji sesekali apabila kiainya ada kesalahan maka dipukulah meja kiai tersebut dari bawah meja sehingga kiainya sadar bahwa yang diajarkannya ada yang salah, tidak berselang lama kiai pun meminta untuk diajarkan syahadat.
Setelah dari pondok buntet Abah Umar berpindah lagi ke pesantren majalengka dibawah asuhan KH. Anwar dan KH. Abdul Halim, dipesantren inilah Abah Umar menghabiskan waktu selama 5 tahun.
Sesampai Abah Umar dirumah, beliau menghimpun sebuah pengajian di panguragan yang dikenal dengan sebutan “Pengajian Abah Umar” atas dalam wacana para santrinya lebih dikenal dengan sebutan “Buka Syahadat atau Ngaji Syahadat”, sebab beliau menyampaikan Hakekat Syahadat dari Syarif Hidayatullah.
Ngaji Syahadatnya Abah Umar pun terdengar keseluruh plosok negeri bahkan sampai ke Malaysia, sehingga banyak orang yang dating untuk mencari selame dunya akherat dengan Itba’ dan Bai’at kepada Abah Umar.
Karena disaat itu sudah banyak yang menunggu pembukaan syahadat tersebut, mereka yang menunggu adalah orang-orang yang mendapat pesan dari para guru dan orangtua yang ma’rifat.
Dengan demikian, dalam waktu yang singkat semakin ramailah pengajian Abah Umar tersebut baik itu yang kalong maupun yang mukim.
Setiap malam jum’at, panguragan dihadiri oleh para jamaah yang ingin mengaji syahadat. Bahkan menurut berita dari orangtua dulu ketika belanda melewati panguragan mereka berkumandang “Mawlana ya mawlana….” Dengan hidmatnya (terpengaruh oleh karomatnya Abah Umar).
Pada tahun 1947 Abau Umar membentuk pengajiannya menjadi sebuah nama organisasi Asy-Syahadatain dengan mendapatkan izin dari presiden Soekarno, karena disaat itu setiap perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai usaha pemberontakan dan dapat mengganggu ketahanan nasional.
Akhirnya KH. Ahmad Saubar yang didalamnya hadir K. Soheh Bondan Indramayu sebagai santri dewasa yang ikut bai’at syahadat.
Selang beberapa waktu sekitar dua tahunan Abah Umar pindah ke pesantren Bobos dibawah asuhan KH. Syuja’i dari pondok bobos selanjutnya pindah ke pondok buntet di bawah asuhan KH. Abbas.
Dibuntet Abah Umar bertingkahnya sama seperti waktu di ciwedus, tidak mengaji hanya bermain-main di bawah meja kiai yang sedang mengajar ngaji sesekali apabila kiainya ada kesalahan maka dipukulah meja kiai tersebut dari bawah meja sehingga kiainya sadar bahwa yang diajarkannya ada yang salah, tidak berselang lama kiai pun meminta untuk diajarkan syahadat.
Setelah dari pondok buntet Abah Umar berpindah lagi ke pesantren majalengka dibawah asuhan KH. Anwar dan KH. Abdul Halim, dipesantren inilah Abah Umar menghabiskan waktu selama 5 tahun.
Sesampai Abah Umar dirumah, beliau menghimpun sebuah pengajian di panguragan yang dikenal dengan sebutan “Pengajian Abah Umar” atas dalam wacana para santrinya lebih dikenal dengan sebutan “Buka Syahadat atau Ngaji Syahadat”, sebab beliau menyampaikan Hakekat Syahadat dari Syarif Hidayatullah.
Ngaji Syahadatnya Abah Umar pun terdengar keseluruh plosok negeri bahkan sampai ke Malaysia, sehingga banyak orang yang dating untuk mencari selame dunya akherat dengan Itba’ dan Bai’at kepada Abah Umar.
Karena disaat itu sudah banyak yang menunggu pembukaan syahadat tersebut, mereka yang menunggu adalah orang-orang yang mendapat pesan dari para guru dan orangtua yang ma’rifat.
Dengan demikian, dalam waktu yang singkat semakin ramailah pengajian Abah Umar tersebut baik itu yang kalong maupun yang mukim.
Setiap malam jum’at, panguragan dihadiri oleh para jamaah yang ingin mengaji syahadat. Bahkan menurut berita dari orangtua dulu ketika belanda melewati panguragan mereka berkumandang “Mawlana ya mawlana….” Dengan hidmatnya (terpengaruh oleh karomatnya Abah Umar).
Pada tahun 1947 Abau Umar membentuk pengajiannya menjadi sebuah nama organisasi Asy-Syahadatain dengan mendapatkan izin dari presiden Soekarno, karena disaat itu setiap perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai usaha pemberontakan dan dapat mengganggu ketahanan nasional.
Setelah itu
Asy-Syahadatain semakin besar dan ramai yang para jamaahnya menyebar sampai
manca Negara.
Karena semakin ramai, maka para kiai jawa (yang tidak senang) mendengar kepesatan Asy-Syahadatain, sehingga mereka hawatir para santrinya akan terbawa oleh Abah Umar, sehingga para kiai tersebut berkumpul untuk menyatakan bahwa ajaran Abah Umar adalah sesat.
Akhirnya Abah Umar disidang di pengadilan Agama yang dikuasai para kiai tersebut pada saat itu, dalam pengadilanpun Abah Umar ditetapkan bersalah dengan tidak ada pembelaan dan penjelasan apapun. Akhirnya Abah Umar pun dipenjara bersama beberapa murid-muridnya termasuk KH. Idris Anwar selama 3 bulan, namun belum genap 3 bulan Abah Umar sudah dibebaskan karena sipirnya banyak yang bai’at syahadat kepada Abah Umar.
Pada tahun 1950 pertama kalinya Abah Umar menyelenggarakan tawassulan, dan pada malam itu pula Abah Umar kedatangan beberapa tamu Agung, hal inipun dengan izin Allah dapat disaksikan secara batin oleh beberapa santri sahabat yang diantaranya adalah KH. Soleh bin KH. Zaenal Asyiqin.
Para tamu tersebut adalah Kanjeng Nabi Muhammad saw. Beliau hadir dalam acara tawassul tersebut secara bathiniyah dan memberikan title atau gelar atau derajat kepada Abah Umar yaitu Syekh Hadi, diiringi pula oleh malaikat jibril dan memberinya gelar Syekh Alim. Kemudian di susul Siti Khodijah member gelar Syekh Khobir, Siti Fatimah Azzahra member gelar Syekh Mubin, Sayyidina Ali member gelar Syekh Wali, Syekh Abdul Qodir member gelar Syekh Hamid, Syarif Hidayatullah Gunung Jati member gelar Syekh Qowim, dan yang terakhir Nyi Mas Ayu Gandasari datang dengan member gelar Abah Umar sebagai Syekh Hafidz.
Dengan kejadian tersebut, menurut KH. Soleh sebagai malam pelantikan dinobatkannya Abah Umar sebagai Wali Kholifaturrosul Shohibuzzaman.
Sehingga perkembangan wiridnya pun semakin hari semakin bertambah sesuai dengan yang diwahyukan oleh Allah saw.
Pada tahun 1953 pertama kalinya Abah Umar mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, di panguragan (Muludan), dengan dihadiri oleh Jamaah Asy-Syahadatain sampai mancanegara. Sebagai seorang guru Syahadat Abah Umar banyak menuntun para murid atau santrinya untuk beribadah dan berdzikir (wirid) dalam keadaan apapun dan bagaimanapun.
Karena semakin ramai, maka para kiai jawa (yang tidak senang) mendengar kepesatan Asy-Syahadatain, sehingga mereka hawatir para santrinya akan terbawa oleh Abah Umar, sehingga para kiai tersebut berkumpul untuk menyatakan bahwa ajaran Abah Umar adalah sesat.
Akhirnya Abah Umar disidang di pengadilan Agama yang dikuasai para kiai tersebut pada saat itu, dalam pengadilanpun Abah Umar ditetapkan bersalah dengan tidak ada pembelaan dan penjelasan apapun. Akhirnya Abah Umar pun dipenjara bersama beberapa murid-muridnya termasuk KH. Idris Anwar selama 3 bulan, namun belum genap 3 bulan Abah Umar sudah dibebaskan karena sipirnya banyak yang bai’at syahadat kepada Abah Umar.
Pada tahun 1950 pertama kalinya Abah Umar menyelenggarakan tawassulan, dan pada malam itu pula Abah Umar kedatangan beberapa tamu Agung, hal inipun dengan izin Allah dapat disaksikan secara batin oleh beberapa santri sahabat yang diantaranya adalah KH. Soleh bin KH. Zaenal Asyiqin.
Para tamu tersebut adalah Kanjeng Nabi Muhammad saw. Beliau hadir dalam acara tawassul tersebut secara bathiniyah dan memberikan title atau gelar atau derajat kepada Abah Umar yaitu Syekh Hadi, diiringi pula oleh malaikat jibril dan memberinya gelar Syekh Alim. Kemudian di susul Siti Khodijah member gelar Syekh Khobir, Siti Fatimah Azzahra member gelar Syekh Mubin, Sayyidina Ali member gelar Syekh Wali, Syekh Abdul Qodir member gelar Syekh Hamid, Syarif Hidayatullah Gunung Jati member gelar Syekh Qowim, dan yang terakhir Nyi Mas Ayu Gandasari datang dengan member gelar Abah Umar sebagai Syekh Hafidz.
Dengan kejadian tersebut, menurut KH. Soleh sebagai malam pelantikan dinobatkannya Abah Umar sebagai Wali Kholifaturrosul Shohibuzzaman.
Sehingga perkembangan wiridnya pun semakin hari semakin bertambah sesuai dengan yang diwahyukan oleh Allah saw.
Pada tahun 1953 pertama kalinya Abah Umar mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, di panguragan (Muludan), dengan dihadiri oleh Jamaah Asy-Syahadatain sampai mancanegara. Sebagai seorang guru Syahadat Abah Umar banyak menuntun para murid atau santrinya untuk beribadah dan berdzikir (wirid) dalam keadaan apapun dan bagaimanapun.
Disamping beribadah, wirid, dan tafakur (ngaji rasa), Abah Umarpun tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup jasnaiyah. Beliau bertani, berkebun, dan beternak kambing.
Pada tahun 1960-an Jamaah Asy-Syahadatain dibekukan pemerintah karena dianggap meresahkan masyarakat, alasan pembekuan tersebut hanya didasarkan pada dugaan dan laporan seseorang yang menjabat bahwa tuntunan tawassul Abah Umar di anggap menyesatkan. Dan setelah adanya perundingan antara para ulama se-nusantara dengan para ulama jamaah Asy-Syahadatain,akhirnya disepakati untuk membuka kembali Jamaah Asy-syahadatain karena menurut kesepakatan para ulama di saat itu tidak ada satu tuntunanpun yang dianggap sesat dari semua tuntunan Abah Umar tersebut.
Dan pada tahun 1971 Jamaah Asy-Syahadatain bergabung dengan Golkar melalui GUPPI dalam rangka ikut membangun kesejahteraan Negara. Pada tahun 1973-an Masjid Abah Umar kedatangan khodim baru yang bernama Mari’I, ia yang menjadi pelayanan didalam lotengnya Abah.
Pada pada suatu hari ia mengambil pentungan kentong masjid dan memukulkannya kesirah abah Umar sehingga Abah Umarpun pingsan dan dibawa kerumah sakit di bandung untuk dirawat.
Dirumah sakit abah umar dawuh/ membaca ayat Al-Qur’an:
ﺇﻦ ﺍﻟﻨ ﻱ ﻓﺮ ﻋﻟﯿك ﺍﻠﻗﺮ ﺁﻥ ﻟﺮ ﺍﺪﻚ ﺇﻠﻰ ﻣﺤﺎﺪ
Dengan dawuhnya Abah Umar tersebut, para kiai yang menyaksikannya bersedih, karena itu merupakan pertanda Abah Umar akan kesah (pergi). Akhirnya tidak berselang lama Abah Umar kesah pada tanggal 13 Rajab 1393 H atau 20 Agustus 1973 M.
SISILAH SAYYIDI SYEHUNAL MUKAROMABAH UMAR
- Sayyidina Wamawlana Muhammad
SAW.
- Sayyidina Fatimatuzahro
- Maulana Sayyidina Husein
- Imam Ali Zaenal Abidin
- Imam Muhammad Al-Bakir
- Imam Ja'far Shodik
- Imam Ali Al-Ariydho
- Imam Muhammad Annakib
- Imam Isya Annakib
- Imam Ahmad Al-Muhajir
Ilallah
- Imam Ubaiydillah
- Sayyid Ali
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Alwiy
- Sayyid Ali Khali qosam
- Sayyid Muhammad Shokhib
Mirbath
- Sayyid Ali
- Sayyid Muhammad Al-Faqih
Muqodam
- Sayyid Alwiy
- Sayyid Ali
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Alwiy
- Sayyid Ali
- Sayyid Hasan
- Sayyid Yahya
- Sayyid Ahmad
- Sayyid Alwiy
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Abdullah
- Sayyid Idrus
- Sayyid Ahmad
- Sayyid Syeh
- Sayyid Tohha
- Sayyid Syeh
- Sayyid Ahmad
- Sayyid Ismail
- Habibullah Abah Umar
Tidak ada yang
mencintai kami ahlu bait kecuali orang yang beriman dan bertaqwa, dan tidak ada
yang membenci kami kecuali orang munafik dan durhaka.
Catatan:
Di dunia
ini dalam sejarah memiliki berbagai macam versi. walaupun setiap versi itu
berbeda-beda jalan ceritanya, tetapi kalau kita cermati dari sekian banyak
versi maka akan menemukan titik temunya.
Maka dari
itu, janganlah kita berdebat gara-gara perbedaan versi apalagi sampai adu
keringat. Karena islam tidak mengajarkan kita untuk saling menjatuhkan dalam
satu ikatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar