Selasa, 18 September 2012

Mengenal Tuntunan Habib Umar Bin Ismail Bin Yahya




TUNTUNAN AQIDAH

Tuntunan-tuntunan al-habib Umar terbagi menjadi empat kategori, yaitu aqidah, syari'at, akhlak dan khusus. Tuntunan yang diajarkan oleh al-habib Umar tentang aqidah adalah memerintahkan murid-muridnya untuk beraqidah sesuai dengan aqidah ahl as-sunnah wa al-jama’ah. Yaitu aqidah yang sesuai dengan paham Imam Asy’ari dan Maturidi. Penekanan ajaran al-habîb Umar dalam hal aqidah adalah pemahaman arti syahadat dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Harapannya adalah apabila syahadat sudah masuk ke dalam hati maka akan selalu ingat kepada Allah. Dalam syair beliau disebutkan: anjingana syahadat loro marang ati # eling Allah Rasulullah manfaati. Beliau menyandarkan hal ini berdasarkan firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". (Fushshilat: 30)

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki”. (Ibrahim: 27)
Menurut Ibnu Abbas bahwa siapa yang melanggengkan membaca syahadat maka Allah akan menetapkan dan mengajarkannya di kubur.( Muhammad Nawawi al-Jawi, At-Tafsir al-Munir li Mu'alim at-Tanzil, Toha Putra, Semarang, t.th, juz. 1 hlm. 437)
Untuk melanggengkan membaca syahadat maka al-habîb Umar memerintahkan membacanya setiap sesudah shalat maktubah, berdasarkan sabda Rasulullah saw. riwayat dari Anas ra. bercerita: "Rasulullah setiap sesudah shalat mengusap keningnya dengan tangan kanan. Kemudia berdoa:

أشهد أن لا إله إلا الله الرحمن الرحيم ، اللهم أذهب عني الهم والحزن""
(Muhammad Nawawi Al-Jawi, Al-Azkar an-Nawawi, Toha Putra, Semarang, t.th, hlm.60)
Sama dengan konsep hadits tersebut, al-habîb Umar memerintahkan membaca syahadat dengan lafadl dua kalimat syahadat ditambah dengan shalawat yang dibaca tiga kali:
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلَّمْ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلَّمْ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلِّمْ

Dalam syair disebutkan:

Ba'da shalat tetep duduk aja rubah
Maca syahadat kaping telu dawuh abah

Syahadataken sepisan sira macane
Nuhun selamet wektu naza' neng dunyane

Maca syahadat kaping pindone
Nuhun selamet mungkar nakir jawabane

Maca syahadat kaping telu aja mblasar
Nuhun selamet waktu ladrat ara-ara makhsyar

Artinya: “Sesudah shalat tetaplah duduk jangan berubah, baca kalimat syahadat tiga kali seperti yang dikatakan al-habîb Umar. Membaca syahadat yang pertama memohon selamat di waktu naza’ (sewaktu dicabutnya nyawa). Membaca syahadat kedua memohon selamat dari pertanyaan Munkar dan Nakir. Membaca syahadat ketiga jangan kacau memohon selamat di waktu dikumpulkan di padang Mahsyar”.
Syair ini sesuai dengan ungkapan Sayyid Thahthawi dalam Tafsirnya yang mengutip pendapat al-Allusi dari Zaid bin Aslam: bahwa pertolongan Malaikat karena kita istiqamah membaca syahadat ketika hendak mati, ketika di kubur dan ketika di yaum al-ba’ts (hari pembalasan). (Muhammad Sayyid Thanthawi, Tafsir al-Wasith, Maktabah Syamilah, juz.1 hlm. 3739)

TUNTUNAN SYARI'AT

Tuntunan mengenai syari’ah, al-habib Umar memerintahkan kepada muridnya untuk melaksanakan syari’at Islam sesuai dengan paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah yang mengikuti madzhab empat, yaitu Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali. Oleh karena itu beliau menyebutkan sumber hukum syari’at adalah empat sebagaimana konsep paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah, yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Beliau bersyair:

Qur’an Hadits Ijma’ Qiyas sumberane
kanggo ngatus badan kula neng donyane

Artinya: “al-Qur’an, hadis, Ijma’ dan Qiyas adalah sumber ajaran Islam, untuk mengatur badan kita di dunia”.

TUNTUNAN AKHLAK

Dalam risalah yang berjudul al-khulashah min maqashid tharîqah as-syahadah karya KH. Asy’ari yang merupakan salah satu murid al-habîb Umar dijelaskan mengenai akhlak yang diajarkan oleh al-habîb Umar. Beliau membuka wacana dalam risalah tersebut dengan firman Allah SWT.:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (al-Hujurat: 13)

Beliau (KH. Asy’ari) menggambarkan bahwa salah satu tujuan dari tharîqah as-syahadat (tharîqah as-syahadatain) adalah taqwa kepada Allah atas sebgala perintahnya dan berakhlak mulia. Karena ujung dari kita bermu’amalah dengan Allah maupun dengan sesama baik dan tidaknya berawal dari akhlak kita. Jika kita berbudipekerti mulia maka kita akan selalu dekat dengan Allah dan akan selalu dekat dengan manusia. Sebaliknya jika kita berakhlak madzmumah (tercela), maka kita akan jauh dari Allah dan begitu juga jauh dari manusia.[1][1]

Al-habîb Umar bersyair:

Bersenana ati kang banget kotore
ujub riya tama’ hasud takabbure

Artinya: “Bersihkan hati yang sangat kotor akibat ujub, riya, thama’, hasud dan takabbur”.


TUNTUNAN KHUSUS

Tuntunan khusus ini dimaksudkan penulis sebagai gambaran tentang ajaran khusus yang hanya ada pada Jama’ah Asy-Syahadatain dan jarang ditemui di tarekat yang lain.

1)      Dua kalimat syahadat dengan shalawat dibaca tiga kali

Sebagaimana yang penulis terangkan pada pembahasan aqidah. Al-habib Umar menekankan tuntunan aqidah pada pemahaman dan penerapan makna syahadat di didalam kehidupan sehari-hari. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan melanggengkan membaca dua kalimat syahadat disertai dengan shalawat dibaca tiga kali. Cara melanggengkan pembacaan kalimat syahadat ini adalah setiap seusai shalat maktubah sesudah salam.

2)      Tahapan menjadi murid al-habib Umar

Ada 5 tahap untuk menjadi murid al-habib Umar, yaitu sebagai berikut:

a)         Bai’at

Bai’at secara bahasa adalah perjanjian. Allah SWT. berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya:   “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (al-Fath: 10)
Bai’at secara hakikat adalah berupa perjanjian setia untuk tetap berisyhad bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah dan menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua laranganNya.

Allah SWT. berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya:   “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Mumtahanah: 12)

Pada dasarnya bai’at dibagi menjadi lima:

1-      Bai’at Islam
2-      Bai’at Hijrah
3-      Bai’at Jihad
4-      Bai’at pengangkatan raja
5-      Bai’at Tariqah[2][1]

Bai’at yang ada dalam jama’ah asy-Syahadatain adalah bai’at seorang guru mursyid kamil dalam hal ini adalah al-habib Umar kepada murid-muridnya untuk melakukan tuntunan seorang guru dalam dzikir, pemikiran dan kepercayaan untuk melakukan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.
Bai’at ini dilakukan dengan cara seorang guru membacakan dua kalimat syahadat, sedangkan murid mengikuti dengan sikap tangan kanan diletakkan di kening dan tangan kiri diletakkan di dada tepat di hati.

b)      Latihan shalat Dhuha dan Tahajud selama 40 hari

Tujuan dari shalat dhuha dan tahajud selama 40 hari adalah sebagai media pelatihan untuk menjalankan sunnah nabi. Selama 40 hari tidak boleh terputus atau tertinggal sama sekali. Jika shalatnya ada yang tertinggal maka harus mengulang mulai dari awal lagi. Al-habib Umar berkata dalam sebuah syair:
Tetepana dhuha tahajud shalat hajat
Pengen sugih selamet dunya akhirat
Artinya: “Jika ingin kaya dan selamat dunia serta akhirat, maka lakukanlah selalu shalat Dhuha, Tahajud dan shalat Hajat.

c)      Membaca shalawat tunjina

Tahap ketiga adalah membaca shalawat tunjina yang redaksinya adalah sebagai berikut:
اللّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍنِ الَّذِيْ تُنْجِيْنَابِه مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ  وَتَقْضِ لَنَابِه جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ  وَ تُطَهِّرُنَابِه مِنْ جَمِيْعِ الشَّيِّئَآتِ  وَتَرْفَعُنَابِه اَعْلى الدَّرَجَاتِ  وَتُبَلِّغُنَابِه اَقْصى الْغَايَاتِ  مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ  وَعَلى الِهِ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَّكَ
Tahapan ini juga dilakukan selama 40 hari dan hari terakhir harus jatuh pada hari dan pasaran kelahiran orang yang melakukannya. Jumlah bilangannya biasanya tergantung guru yang memberi.

d)     Modal

Tahap keempat adalah membaca beberapa wirid yang harus rutin dan mempunyai target. Dinamakan modal, karena jumlah bilangan wirid yang dilaksanakan dari murid dan direkomendasikan oleh guru. Jumlah bilangan bisa mencapai jutaan, bahkan ada yang sampai ratusan juta. Membaca wirid dimulai hari selasa ba’da Asar. Bacaan wirid tersebut adalah:
-          يَاكَفِي يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي يَافَتَّاح يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid ini dibaca ba’da Asar sampai dengan terbenamnya matahari. Jumlah bilangannya tergantung kemampuan pembaca.
-           يَاكَفِي يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي
Wirid ini dibaca sesudah terbenamnya matahari sampai Subuh. Jumlah bilangannya juga menurut kemampuan pembaca.
-          يَافَتَّاح يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid ini dibaca sesudah terbitnya matahari sampai waktu Asar. Jumlah bilangannya juga tergantung pembaca.

e)      Karcis

Tahapan yang terakhir adalah karcis. Bacaan wirid karcis adalah bacaan yang tidak terhitung bilangannya dan tidak terbatas masanya. Bacaan tersebut adalah:         اِنَّا فَتَحْنا لَكَ فَتْحًا مُبِيْنًا dengan jumlah yang terbatas.

Setelah dirasa cukup kemudia melanjutkan dengan bacaan:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًا، لِّيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنــْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَ يُتِمَّ نِعْمَتَه‘ عَلَيْكَ وَ يَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًا، وَيَنْصُرَكَ اللهُ نَصْرًا عَزِيْزًا، لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتــُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ، فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لآَ اِلهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ،رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ اَمْرِيْ وَ احْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ يَفْقَه‘  قَوْلِيْ 3×
3)      Tawasul

Tawasul secara etimologi adalah mashdar dari kata tawassala – yatawassatu – tawassulan  yang berarti mengambil perantara (wasilah). Sedangkan secara terminologi adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menggunakan wasilah (perantara).[3][2] Al-wasilah (perantara) adalah tempat yang dekat di sisi Allah.

Rasulullah saw. bersabda:

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ    [4][3]

Allah SWT. memerintahkan untuk bertawasul sebagaimana firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
         Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan  diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (al-Maidah: 35)

Konsep tawasul yang diajarkan oleh al-habib Umar kepada Jama’ah Asy-Syahadatain adalah dengan kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan perantara (wasilah). 

Perantara yang dimaksud adalah para Rasul, Nabi, Malaikat, Auliya (para wali) dan orang-orang shalih. Orang-orang yang dijadikan perantara di antaranya adalah: para Rasul dan Nabi yang berjumlah 25, para Malaikat yang berjumlah 10, Rasulullah dan ahl al-bait yaitu Siti Khadijah, Siti Fathimah, Sy. Ali, Hasan, dan Husain, para Aulia dan orang shalih seperti al-habib Umar, Siti Qurasyin, Nyai Lodaya, Fathimah Gandasari, Syarif Hidayatullah, Syaikh Dzatul Kahfi, Kuwu Sangkan, Endang Gelis, Rarasantang, Syaikh Abdurrahman, Syaikh Magelung, Hasanuddin, Sayyid Husain, Sayyid Utsman, Raden Fatah, Syaikh Rumajang, Syaikh Bentong, Syaikh al-Hadi, Syaikh al-Alim, Syaikh al-Khabir, Syaikh al-Mubin, Syaikh al-Wali, Syaikh al-Hamid, Syaikh al-Qawim, Syaikh al-Hafidh.

Praktik bertawasul yang dilakukan oleh jama’ah asy-Syahadatain adalah dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an tertentu, dzikir-dzikir tertentu dan doa-doa tertentu yang telah diajarkan oleh al-habib Umar. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca adalah al-Fatihah, as-Shaf 13, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, sebagian al-Fath, at-Taubah 128-129, Thaha 25-28, ayat Kursi, al-Qadr, al-Fil, dll. Di antara doa-doa yang dibaca adalah dua kalimat Syahadat, Shalawat, Syahadat payung, shalawat tunjina (munjiyat), doa surat al-Fil, shalawat nuril anwar, dll. Di antara dzikir yang dibaca adalah sebagian istighfar, asma’ul husna, dll.

Pelaksanaan tawasul biasanya dilaksanakan secara berjama’ah dengan keadaan melingkar dan dibentangkan ditengah-tengah kain putih. Sedangkan waktu pelaksanaan tawasul berbeda-beda sesuai dengan tuntunan. Ada yang dilaksanakan setiap pagi hari pada nishfu al-lail, ada yang dilaksanakan seminggu sekali dan ada yang dilaksanakan selapan sekali atau 35 hari.

4)      Sorban dan jubah putih

Dalam menjalankan pekerjaan ubudiyah seperti shalat, dzikir dan lain sebagainya, jama’ah asy-Syahadatain memakai jubah dan sorban yang berwarna putih. Hal ini disandarkan kepada Rasullah saw. bahwa Rasulullah setiap shalat memakai pakaian putih dan bersorbanan. Dan Rasulullah memerintahkan untuk meniru semua hal yang ada dalam shalat Rasulullah baik gerakan, ucapan maupun pakaian.

Rasulullah saw. bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى[5][4]
Oleh karena itu Allah SWT. memerintahkan untuk memakai pakaian yang baik ketika hendak masuk masjid:
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (al-A’raf: 31)
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah adalah gamis.[6][5] Dalam masalah sorban (al-ama’im) Rasulullah membandingkan perbedaan antara orang Islam dan Musyrik adalah sorban atas qalansuah (peci):
فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ[7][6]
Dalam hal pakaian yang serba putih mereka menyandarkan kepada sabda Rasulullah saw:
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحَالِكُمُ الإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ[8][7]
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda:
الْبَسُوا ثِيَابَ الْبَيَاضِ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ[9][8]
5)      Al-aurad harian

Al-aurad adalah jama’ dari kata al-wirdu yang artinya wirid. Wirid ini berupa doa-doa syar’i yang telah diperintahkan oleh Allah melewati Rasulullah. Ini berarti semua wirid yang dibaca dan diajarkan oleh al-habib Umar mempunyai dasar hukum. Aurad ini dibaca setiap kali setelah shalat maktubah, shalat dhuha, shalat tahajud dan shalat sunnah yang lain.



[1][1] Buku “al-khulashah min maqashid thariqah as-syahadah”, karya KH. Asy’ari Brebes sudah diterjemahkan oleh penulis dan telah diberikan tambahan penjelasan yang representative. Insya Allah dalam jarak dekat akan dipublikasikan. Mohon doa restu dan dukungannya.
[2][1] Sa’idur Rahman an-Nayrahi, al-Habl al-Matin fi Ittiba’ as-Salaf as-Shalihin, Ihlas Vakfi, Istambul, tp. Th., hlm. 8
[3][2] Muhammad bin Mukarram bin Mandhur al-Afriqi, Lisan al-’Arab, Dar a-Sadir, Beirut, t.th, juz 11, hlm. 724
[4][3] Muhammad bin Isma'il al-Bukhari, Al-Maktabah As-Salafiyah, Cairo, t. th, juz 1 hlm. 222
[5][4] Ibid., juz 3 hlm. 69
[6][5] Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajastani, Sunan Abi Dawud, Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut, tp. Th., juz 4 hlm. 76
[7][6] Ibid, juz 4 hlm. 95
[8][7] Ibid, juz 4 hlm. 9
[9][8] Muhammad bin Yazid bin Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fikr, Beirut, tp. Th., juz 2 hlm. 1187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar