TUNTUNAN AQIDAH
Tuntunan-tuntunan
al-habib Umar terbagi menjadi empat kategori, yaitu aqidah, syari'at, akhlak
dan khusus. Tuntunan yang
diajarkan oleh al-habib Umar tentang aqidah adalah memerintahkan murid-muridnya
untuk beraqidah sesuai dengan aqidah ahl as-sunnah wa al-jama’ah. Yaitu
aqidah yang sesuai dengan paham Imam Asy’ari dan Maturidi. Penekanan ajaran
al-habîb Umar dalam hal aqidah adalah pemahaman arti syahadat dan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari. Harapannya adalah apabila syahadat sudah masuk ke
dalam hati maka akan selalu ingat kepada Allah. Dalam syair beliau disebutkan: anjingana
syahadat loro marang ati # eling Allah Rasulullah manfaati. Beliau
menyandarkan hal ini berdasarkan firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". (Fushshilat: 30)
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ
آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ
وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Artinya: “Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa
yang dia kehendaki”. (Ibrahim: 27)
Menurut Ibnu Abbas
bahwa siapa yang melanggengkan membaca syahadat maka Allah akan menetapkan dan
mengajarkannya di kubur.( Muhammad Nawawi al-Jawi, At-Tafsir al-Munir li Mu'alim at-Tanzil, Toha
Putra, Semarang,
t.th, juz. 1 hlm. 437)
Untuk melanggengkan membaca syahadat maka al-habîb Umar
memerintahkan membacanya setiap sesudah shalat maktubah, berdasarkan sabda
Rasulullah saw. riwayat dari Anas ra. bercerita: "Rasulullah setiap
sesudah shalat mengusap keningnya dengan tangan kanan. Kemudia berdoa:
أشهد أن لا إله إلا الله الرحمن الرحيم ، اللهم أذهب عني
الهم والحزن""
(Muhammad Nawawi Al-Jawi,
Al-Azkar an-Nawawi, Toha Putra, Semarang,
t.th, hlm.60)
Sama dengan konsep hadits tersebut,
al-habîb Umar memerintahkan membaca syahadat dengan lafadl dua kalimat syahadat
ditambah dengan shalawat yang dibaca tiga kali:
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلَّمْ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلَّمْ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ الاَّ الله , وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ , اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَسَلِّمْ
Dalam
syair disebutkan:
Ba'da shalat tetep duduk aja rubah
Maca syahadat kaping telu dawuh abah
Syahadataken sepisan sira macane
Nuhun selamet wektu naza' neng dunyane
Maca syahadat kaping pindone
Nuhun selamet mungkar nakir jawabane
Maca syahadat kaping telu aja mblasar
Nuhun selamet waktu ladrat ara-ara makhsyar
Artinya:
“Sesudah shalat tetaplah duduk jangan berubah, baca kalimat syahadat tiga kali
seperti yang dikatakan al-habîb Umar.
Membaca syahadat yang pertama memohon selamat di waktu naza’ (sewaktu
dicabutnya nyawa). Membaca syahadat kedua memohon selamat dari pertanyaan
Munkar dan Nakir. Membaca syahadat ketiga jangan kacau memohon selamat di waktu
dikumpulkan di padang
Mahsyar”.
Syair ini sesuai dengan ungkapan Sayyid Thahthawi dalam
Tafsirnya yang mengutip pendapat al-Allusi dari Zaid bin Aslam: bahwa
pertolongan Malaikat karena kita istiqamah membaca syahadat ketika hendak mati,
ketika di kubur dan ketika di yaum al-ba’ts (hari pembalasan). (Muhammad Sayyid
Thanthawi, Tafsir al-Wasith, Maktabah Syamilah, juz.1 hlm. 3739)
TUNTUNAN SYARI'AT
Tuntunan
mengenai syari’ah, al-habib Umar memerintahkan kepada muridnya untuk
melaksanakan syari’at Islam sesuai dengan paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah
yang mengikuti madzhab empat, yaitu Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali. Oleh
karena itu beliau menyebutkan sumber hukum syari’at adalah empat sebagaimana
konsep paham ahl as-sunnah wa al-jama’ah, yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’
dan Qiyas. Beliau bersyair:
Qur’an Hadits Ijma’ Qiyas
sumberane
kanggo ngatus badan kula neng
donyane
Artinya: “al-Qur’an, hadis, Ijma’
dan Qiyas adalah sumber ajaran Islam, untuk mengatur badan kita di dunia”.
TUNTUNAN AKHLAK
Dalam risalah
yang berjudul al-khulashah min maqashid tharîqah as-syahadah karya KH. Asy’ari yang merupakan salah satu murid
al-habîb Umar dijelaskan mengenai akhlak yang diajarkan oleh al-habîb Umar. Beliau
membuka wacana dalam risalah tersebut dengan firman Allah SWT.:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”. (al-Hujurat: 13)
Beliau (KH.
Asy’ari) menggambarkan bahwa salah satu tujuan dari tharîqah as-syahadat
(tharîqah as-syahadatain) adalah taqwa kepada Allah atas sebgala
perintahnya dan berakhlak mulia. Karena ujung dari kita bermu’amalah dengan
Allah maupun dengan sesama baik dan tidaknya berawal dari akhlak kita. Jika
kita berbudipekerti mulia maka kita akan selalu dekat dengan Allah dan akan
selalu dekat dengan manusia. Sebaliknya jika kita berakhlak madzmumah
(tercela), maka kita akan jauh dari Allah dan begitu juga jauh dari manusia.[1][1]
Al-habîb Umar bersyair:
Bersenana ati kang banget kotore
ujub riya tama’ hasud
takabbure
Artinya: “Bersihkan hati yang sangat kotor akibat ujub,
riya, thama’, hasud dan takabbur”.
TUNTUNAN KHUSUS
Tuntunan khusus
ini dimaksudkan penulis sebagai
gambaran tentang ajaran khusus yang hanya ada pada Jama’ah Asy-Syahadatain dan
jarang ditemui di tarekat
yang lain.
1) Dua kalimat syahadat dengan shalawat dibaca tiga kali
Sebagaimana
yang penulis terangkan pada pembahasan aqidah. Al-habib Umar menekankan
tuntunan aqidah pada pemahaman dan penerapan makna syahadat di didalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan
melanggengkan membaca dua kalimat syahadat disertai dengan shalawat dibaca tiga
kali. Cara melanggengkan pembacaan kalimat syahadat ini adalah setiap seusai
shalat maktubah sesudah salam.
2) Tahapan menjadi murid al-habib Umar
Ada 5 tahap
untuk menjadi murid al-habib Umar, yaitu sebagai berikut:
a) Bai’at
Bai’at secara bahasa adalah perjanjian. Allah SWT. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ
اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ
وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: “Bahwasanya orang-orang
yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada
Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar
janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan
Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala
yang besar. (al-Fath: 10)
Bai’at secara
hakikat adalah berupa perjanjian setia untuk tetap berisyhad bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah dan menjalankan semua perintah dan
meninggalkan semua laranganNya.
Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ
عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ
وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ
بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ
فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa
mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina,
tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka
ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam
urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan
kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (al-Mumtahanah: 12)
Pada
dasarnya bai’at dibagi menjadi lima:
1-
Bai’at Islam
2-
Bai’at Hijrah
3-
Bai’at Jihad
4-
Bai’at pengangkatan raja
Bai’at yang
ada dalam jama’ah asy-Syahadatain adalah bai’at seorang guru mursyid kamil
dalam hal ini adalah al-habib Umar kepada murid-muridnya untuk melakukan
tuntunan seorang guru dalam dzikir, pemikiran dan kepercayaan untuk melakukan
perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.
Bai’at ini
dilakukan dengan cara seorang guru membacakan dua kalimat syahadat, sedangkan
murid mengikuti dengan sikap tangan kanan diletakkan di kening dan tangan kiri
diletakkan di dada tepat di hati.
b) Latihan shalat Dhuha dan Tahajud selama 40
hari
Tujuan dari
shalat dhuha dan tahajud selama 40 hari adalah sebagai media pelatihan untuk
menjalankan sunnah nabi. Selama 40 hari tidak boleh terputus atau tertinggal
sama sekali. Jika shalatnya ada yang tertinggal maka harus mengulang mulai dari
awal lagi. Al-habib Umar berkata dalam sebuah syair:
Tetepana
dhuha tahajud shalat hajat
Pengen
sugih selamet dunya akhirat
Artinya: “Jika ingin kaya dan selamat dunia serta
akhirat, maka lakukanlah selalu shalat Dhuha, Tahajud dan shalat Hajat.
c) Membaca shalawat tunjina
Tahap
ketiga adalah membaca shalawat tunjina yang redaksinya adalah sebagai
berikut:
اللّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلى
سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍنِ الَّذِيْ تُنْجِيْنَابِه مِنْ جَمِيْعِ
اْلأَهْوَالِ وَاْلأَفَاتِ وَتَقْضِ
لَنَابِه جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَ
تُطَهِّرُنَابِه مِنْ جَمِيْعِ الشَّيِّئَآتِ
وَتَرْفَعُنَابِه اَعْلى الدَّرَجَاتِ
وَتُبَلِّغُنَابِه اَقْصى الْغَايَاتِ
مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ وَعَلى الِهِ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَّكَ
Tahapan ini
juga dilakukan selama 40 hari dan hari terakhir harus jatuh pada hari dan pasaran
kelahiran orang yang melakukannya. Jumlah bilangannya biasanya tergantung guru
yang memberi.
d) Modal
Tahap
keempat adalah membaca beberapa wirid yang harus rutin dan mempunyai target.
Dinamakan modal, karena jumlah bilangan wirid yang dilaksanakan dari murid dan
direkomendasikan oleh guru. Jumlah bilangan bisa mencapai jutaan, bahkan ada
yang sampai ratusan juta. Membaca wirid dimulai hari selasa ba’da Asar. Bacaan
wirid tersebut adalah:
-
يَاكَفِي
يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي يَافَتَّاح يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid
ini dibaca ba’da Asar sampai dengan terbenamnya matahari. Jumlah bilangannya
tergantung kemampuan pembaca.
-
يَاكَفِي
يَامُبِيْن يَاكَفِي يَامُغْنِي
Wirid ini dibaca sesudah terbenamnya matahari sampai
Subuh. Jumlah bilangannya juga menurut kemampuan pembaca.
-
يَافَتَّاح
يَارَزَّاق يَارَحْمن يَارَحِيْم
Wirid ini dibaca sesudah terbitnya matahari sampai waktu
Asar. Jumlah bilangannya juga tergantung pembaca.
e) Karcis
Tahapan
yang terakhir adalah karcis. Bacaan wirid karcis adalah bacaan yang tidak
terhitung bilangannya dan
tidak terbatas masanya. Bacaan tersebut adalah: اِنَّا فَتَحْنا لَكَ
فَتْحًا مُبِيْنًا dengan jumlah yang terbatas.
Setelah
dirasa cukup kemudia melanjutkan dengan bacaan:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًا، لِّيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنــْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَ يُتِمَّ نِعْمَتَه‘ عَلَيْكَ وَ
يَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًا، وَيَنْصُرَكَ اللهُ نَصْرًا عَزِيْزًا،
لَقَدْ جَآءَ كُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتــُّمْ
حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ، فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لآَ اِلهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ
الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ،رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ اَمْرِيْ وَ
احْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ يَفْقَه‘
قَوْلِيْ 3×
3) Tawasul
Tawasul
secara etimologi adalah mashdar
dari kata tawassala – yatawassatu – tawassulan yang berarti mengambil perantara (wasilah). Sedangkan
secara terminologi adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan
menggunakan wasilah (perantara).[3][2] Al-wasilah (perantara)
adalah tempat yang dekat di sisi Allah.
Rasulullah saw. bersabda:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا
مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ [4][3]
Allah SWT. memerintahkan untuk bertawasul sebagaimana
firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ
الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
(al-Maidah: 35)
Konsep tawasul yang diajarkan oleh al-habib Umar
kepada Jama’ah Asy-Syahadatain adalah dengan kita senantiasa mendekatkan diri
kepada Allah dengan perantara (wasilah).
Perantara yang dimaksud adalah para Rasul, Nabi,
Malaikat, Auliya (para wali) dan orang-orang shalih. Orang-orang yang dijadikan
perantara di antaranya adalah: para Rasul dan Nabi yang berjumlah 25, para
Malaikat yang berjumlah 10, Rasulullah dan ahl al-bait yaitu Siti Khadijah,
Siti Fathimah, Sy. Ali, Hasan, dan Husain, para Aulia dan orang shalih seperti
al-habib Umar, Siti Qurasyin, Nyai Lodaya, Fathimah Gandasari, Syarif
Hidayatullah, Syaikh Dzatul Kahfi, Kuwu Sangkan, Endang Gelis, Rarasantang,
Syaikh Abdurrahman, Syaikh Magelung, Hasanuddin, Sayyid Husain, Sayyid Utsman,
Raden Fatah, Syaikh Rumajang, Syaikh Bentong, Syaikh al-Hadi, Syaikh al-Alim,
Syaikh al-Khabir, Syaikh al-Mubin, Syaikh al-Wali, Syaikh al-Hamid, Syaikh
al-Qawim, Syaikh al-Hafidh.
Praktik bertawasul yang dilakukan oleh jama’ah
asy-Syahadatain adalah dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an tertentu,
dzikir-dzikir tertentu dan doa-doa tertentu yang telah diajarkan oleh al-habib
Umar. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca adalah al-Fatihah, as-Shaf 13,
al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, sebagian al-Fath, at-Taubah 128-129, Thaha 25-28,
ayat Kursi, al-Qadr, al-Fil, dll. Di antara doa-doa yang dibaca adalah dua
kalimat Syahadat, Shalawat, Syahadat payung, shalawat tunjina (munjiyat),
doa surat
al-Fil, shalawat nuril anwar, dll. Di antara dzikir yang dibaca adalah
sebagian istighfar, asma’ul husna, dll.
Pelaksanaan tawasul biasanya dilaksanakan secara
berjama’ah dengan keadaan melingkar dan dibentangkan ditengah-tengah kain
putih. Sedangkan waktu pelaksanaan tawasul berbeda-beda sesuai dengan tuntunan.
Ada yang
dilaksanakan setiap pagi hari pada nishfu al-lail, ada yang dilaksanakan
seminggu sekali dan ada yang dilaksanakan selapan sekali atau 35 hari.
4) Sorban dan jubah putih
Dalam
menjalankan pekerjaan ubudiyah seperti shalat, dzikir dan lain
sebagainya, jama’ah asy-Syahadatain
memakai jubah dan sorban yang berwarna putih. Hal ini disandarkan kepada
Rasullah saw. bahwa Rasulullah setiap shalat memakai pakaian putih dan
bersorbanan. Dan Rasulullah memerintahkan untuk meniru semua hal yang ada dalam
shalat Rasulullah baik gerakan, ucapan maupun pakaian.
Rasulullah saw. bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى[5][4]
Oleh karena itu Allah SWT. memerintahkan untuk memakai
pakaian yang baik ketika hendak masuk masjid:
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (al-A’raf: 31)
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa pakaian yang paling
disukai oleh Rasulullah adalah gamis.[6][5] Dalam masalah sorban (al-ama’im)
Rasulullah membandingkan perbedaan antara orang Islam dan Musyrik adalah sorban
atas qalansuah (peci):
فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ
عَلَى الْقَلاَنِسِ[7][6]
Dalam hal pakaian yang serba putih mereka menyandarkan
kepada sabda Rasulullah saw:
الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ
خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ وَإِنَّ خَيْرَ
أَكْحَالِكُمُ الإِثْمِدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ[8][7]
Dalam
kesempatan lain Rasulullah bersabda:
الْبَسُوا ثِيَابَ الْبَيَاضِ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ
وَأَطْيَبُ[9][8]
5) Al-aurad harian
Al-aurad adalah jama’ dari kata al-wirdu
yang artinya wirid. Wirid ini berupa doa-doa syar’i yang telah diperintahkan
oleh Allah melewati Rasulullah. Ini berarti semua wirid yang dibaca dan
diajarkan oleh al-habib Umar mempunyai dasar hukum. Aurad ini dibaca setiap
kali setelah shalat maktubah, shalat dhuha, shalat tahajud dan shalat sunnah
yang lain.
[1][1] Buku “al-khulashah min maqashid
thariqah as-syahadah”, karya KH. Asy’ari Brebes sudah diterjemahkan oleh
penulis dan telah diberikan tambahan penjelasan yang representative. Insya
Allah dalam jarak dekat akan dipublikasikan. Mohon doa restu dan dukungannya.
[2][1] Sa’idur Rahman an-Nayrahi, al-Habl
al-Matin fi Ittiba’ as-Salaf as-Shalihin, Ihlas Vakfi, Istambul, tp. Th.,
hlm. 8
[3][2] Muhammad bin Mukarram bin Mandhur
al-Afriqi, Lisan al-’Arab, Dar aṣ-Sadir,
Beirut, t.th,
juz 11, hlm. 724
[6][5] Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sajastani, Sunan Abi Dawud,
Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut,
tp. Th., juz 4 hlm. 76
[9][8] Muhammad bin Yazid bin Majah, Sunan
Ibnu Majah, Dar al-Fikr, Beirut,
tp. Th., juz 2 hlm. 1187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar