Sebelum masuk pada pembahasan dalil-dalil tawasul ,terlebih dahulu kami jelaskan pada kalian , sesungguhnya yang di maksud dengan istighosah pada para nabi , orang - orang sholeh dan bertawasul kepada nereka adalah menjadikan mereka sebagai sebab dan perantara untuk memperoleh apa yang di inginkan dan sesunguhnya Allah lah yang akan berbuat (memberi) --sebagai karomah bagi mereka dan bukanlah mereka yang berbuat (memberi). Dan demikianlah keyakinan yang benar dalam segala perbuatan. Seperti contohnya pisau, ia tidak dapat memotong dengan dirinya sendiri, tetapi yang memotong adalah Allah. Dan pisau hanyalah sebab yang bersifat kebiasaan (adat) dimana Allah menciptakan sifat dapat memotong ketika adanya pisau.
Terdapat banyak dalil yang menerangkan kebolehan
bertawassul, diantaranya firman Allah :“Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya,
dan berjihadlah pada jalan-Nya, spaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Maidah : 35). Ibnu
Abbas berkata, washilah adalah segala sesuatu yang dijadikan untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Juga Firman Allah : “Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencri jalan kepada tuhan mereka siapa
diantara mereka yang akan lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan
rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab tuhanmu adalah suatu
yang (harus) ditakuti. (Q.S.
al-Israa’ : 57). Ibnu
Abbas berkata mereka itu (yang diseru) adalah nabi Isa a.s., Ibunya, ‘Uzair dan
para Malaikat.
Penjelasan dari ayat tersebut ialah : bahwasanya orang-orng
kafir menyembah nabi-nabi dan para malaikat sebagai tuhan mereka. Maka
dikatakan kepada mereka (orang kafir) : mereka yang kalian sembah itu
bertawassul kepada Allah dengan orang yang lebih dekat pada Allah, maka
mengapakah orang-orang kafir menjadikan mereka (nabi dan malaikat) sebagai
tuhan mereka, padahal mereka (para Nabi dan Malaikat) adalah hamba (mahluk)
yang butuh terhadap tuhan mereka dan bertawassul kepada-Nya dengan orang yang
lebih tinggi derajatnya dari mereka. Demikianlah yang dijelaskan dalam rislah
as-Sayyid Muhammad bin Hasyim. Dan Allah berfirman : “Bertaqwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Q.S. at-Taubah : 119). Dan
sabda Rasulullah SAW : “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya”. Dan dalam hadits lain Rsulullah
bersabda : “Jadilah kamu
bersama Allah, jika tidak, maka jadilah kamu bersama orang yang bersama (dekat)
dengan Allah”. Dan dikatakan
: Fana terhadap guru itu merupakan
permulaan Fana kepada Allah (Tanwir al-Qulub : 520).
Imam al-‘Arif as-Sya’roni qoddasallahu
sirrohu berkata dalam
kitabnya an-Nafahat al-Qudsiyah ketika menyebutkan tatakrama dalam berdzikir,
yaitu sebagai berikut ; (yang ke tujuh) hendaknya orang yang berdzikir
membayangkan sosok gurunya berada didepan matanya, dan ini merupakan adab
berdzikir yang paling kuat (tinggi). (Tanwir al-Qulub : 528).
Al-‘Allamah as-Sufiri dari golongan Syafi’iyah telah
menyebutkan dengan perkataannya; bahwa ia senang menyendiri, sesungguhnya
seperti halnya syetan tidak mampu menyerupai wujud Rasulullah, syetan juga
tidak mampu menyerupai wujud Wali Kamil. (Tanwir al-Qulub : 528). Dikatakan
dalam kitab Syarh as-sulam halaman 4; Sesungguhnya Allah memberikan Hamba-Nya
sifat-sifat yang disandangkan kepadanya, seperti halnya (sifat) yang
disandangkan kepada Allah SWT. Dan dalam kitab Nahji as-Sa’adah, Rasulullah SAW
bersabda : “Bertawassul-lah kamu denganku dan ahli baitku kepada Allah,
sesungguhnya orang-orang yang bertawassul dengan kami tidak akan ditolak”
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shohihnya. Dalam hadits lain Rasulullah
bersabda : “Bertawassul-lah kalian dengan keagunganku, sesungguhnya keagunganku
sangat besar”. (Bughyatul Awam dalam syarah Maulud Sayyid al-Anam –al-Bajuri
juz II : 700). Dan sabda
Rasulullah SAW : “(Ya Allah) Ampunilah Ummi Fatimah binti Asad dan lapangkanlah
kuburnya dengan haq nabi-Mu dan nabi-nabi sebelumku…..hingga ahir hadits,
diriwayatkan oleh at-Thabrani dalam kitab al-Kabir dan menshohihkannya Ibnu
Hibban dan al-Hakim dari Anas bin Malik r.a. fatimah yang dimaksud disini
adalah ibunya syyidina Ali karromallahu wajhahu yang mengurus Rasulullah SAW.
Sumber : Miftakhussa'adah
Landasan Muamalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah dalam Segala Urusan Ibadah / Ky.Muhammad Hazim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar