Mimpi Ali bin
Abi Thalib
Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah adik sepupu Rasulullah
SAW sekaligus menantunya dan termasuk orang yang pertama masuk Islam dari
kalangan anak-anak. Beliau adalah Khalifah setelah terbunuhnya Utsman bin
Affan. Julukannya adalah Abu Turab. Beliau wafat pada tahun 40 H setelah
beberapa hari terluka karena tikaman Ibnu Muljam.
Muhammad Sa’ad menceritakan sebuah riwayat dari Ali ra. Ali
berkata, “Sesungguhnya aku pada malam itu (yaitu saat Ibnu Muljam membunuhnya
pada pagi harinya) membangunkan keluargaku, kedua mataku menguasaiku hingga aku
tertidur saat aku duduk. Maka aku melihat Rasulullah SAW. Dan aku bertanya, “Ya
Rasulullah, kenapa aku menemukan diantara umatmu orang-orang yang bengkok dan
suka bertengkar?” Rasulullah SAW berkata, “Doakanlah atas mereka.” Maka Aku
berdoa,” Ya Allah, gantikanlah perlakuan mereka terhadapku dengan yang lebih
baik bagiku. Dan gantikanlah yang lebih buruk untuk mereka.”
(Thabaqatul Kubra & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).
Mimpi Hasan bin
Ali bin Abi Thalib
Beliau adalah cucu
Rasulullah SAW serta pemuka para ahli surga. Beliau wafat sebagai syahid.
Diriwayatkan oleh Filfilah Al Ja’fi, ia berkata, “Aku
mendengar Hasan bin Ali ra. berkata, “Aku melihat nabi SAW bergelantung di atas
Arsy, dan aku melihat Abu Bakar ra. memegang kedua pinggang nabi SAW serta
melihat Umar ra. memegang kedua pinggang Abu Bakar ra. dan juga melihat Utsman
ra. memegang pinggang Umar ra. serta melihat darah bercucuran dari langit ke
bumi.” Maka Hasan menceritaka mimpi ini pada orang di sekelilingnya (kaum
syi’ah), maka mereka bertanya, “Tidakkah kau melihat Ali?” Hasan menjawab,
“Tidak seorang pun yang paling suka aku melihatnya memegang kedua pinggang nabi
SAW daripada Ali. Akan tetapi ini adalah sebuah mimpi.”
Dari Ishak bin Rabi’, ia berkata, “Ketika kami sedang di
sisi Hasan, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Abu Said,
sesungguhnya semalam aku melihat nabi SAW di dalam mimpi. Nabi SAW berada di
tengah-tengah Murjiah Bani Salim dalam khalayak ramai, dan diatasnya jubah
musim dingin, kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, Hasan akan
datang. Beliau bersabda, ‘Katakanlah kepadanya, beritakanlah kabar gembira,
kemudian beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira.’ Maka
mata Hasan bercucuran air mata, dan ia bersabda, ‘Semoga Allah menetapkan
matamu. Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melihatku di dalam mimpi,
maka ia sungguh telah melihatku, dan syetan tidak dapat menyerupaiku.’”
(HR Thabrani
& Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).
Mimpi Husein bin Ali bin Abi Thalib
Suatu hari Husein
bin Ali sedang duduk di depan rumahnya sambil memeluk pedangnya. Ketika
ia menundukkan kepalanya, saudarinya, Zainab binti Ali mendengar suara
teriakan. Ia mendekati saudaranya, seraya berkata, "Wahai saudaraku,
tidakkah kamu mendengar suara keributan telah mendekat?" Maka Husein
mengangkat kepalanya dan berkata, "Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW
di dalam mimpiku dimana beliau berkata padaku: 'Sesungguhnya kamu menuju kepada
kami.' Maka saudarinya itu menjadi bersedih dan berkata, "Alangkah celaka
aku!" Maka Husein berkata, "Kamu tidak celaka, wahai saudariku,
tempatkanlah kasih sayangmu dengan Allah Yang Maha Pemurah."
Tak lama, Husein gugur di padang
Karbala .
Seluruh keluarganya habis terbantai, kecuali seorang anaknya yang bernama Ali
yang berhasil diselamatkan oleh Zainab.
Mimpi Umar bin
Khattab
Sayyidina Umar bin Khattab adalah Pemimpin Kaum Muslimin
setelah Sayyidina Abu Bakar Shiddiq wafat. Gelarnya adalah Al Faruq yang
artinya pembeda antara yang haq dan yang bathil. Beliau wafat pada tahun 23 H.
Diriwayatkan dari Umar bin Hamzah bin Abdullah, dari
pamannya, Salim dari bapaknya, Umar berkata, "Aku melihat Rasulullah SAW
didalam mimpi, dimana aku melihat beliau sedangkan beliau tidak memandangku.
Maka aku berkata, "Ya Rasulullah, kenapa aku?" Beliau bersabda,
"Bukankah Kamu yang mencium istrimu pada saat Kamu berpuasa?!" Maka
Aku berkata, "Demi Yang Mengutusmu dengan kebenaran, Aku tidak akan
mencium istriku lagi setelah ini saat Aku berpuasa."
(Al Mahalli, Ibnu Hazm).
Mimpi Utsman
bin Affan
Sayyidina Utsman bin Affan adalah Khalifah Rasyidin,
Pemimpin Kaum Muslimin yang mendapat petunjuk yang ketiga. beliau memiliki
gelar Dzun Nurain karena menikahi dua putri nabi SAW yang salah satunya setelah
yang lain meninggal. Beliau wafat pada tahun 35 H.
Diriwayatkan dari Ummu Hilal binti Waki', dari seorang istri
Utsman, ia berkata, "Suatu kaum akan membunuhku." Maka aku berkata,
"Tidak, wahai Amirul Mukminin." Kemudian beliau berkata,
"Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar didalam
mimpi. Maka mereka berkata, "Berbukalah bersama kami malam ini." atau
mereka mengatakan, "Sesungguhnya kamu akan berbuka bersama kami malam
ini."
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Salam, ia berkata, "Aku
datang kepada Utsman untuk menyalaminya, sedangkan ia dalam keadaan dikepung.
Aku masuk menemuinya, maka ia berkata, "Selamat datang wahai saudaraku.
Aku melihat Rasulullah SAW tadi malam di pintu kecil ini. Ia berkata,
"Pintu kecil itu ada di dalam rumah." Maka beliau (nabi) berkata,
"Wahai Utsman, apakah mereka telah mengepungmu?" Aku menjawab,
"Ya." Beliau bertanya lagi, "Apakah mereka telah membuatmu
haus?" Aku menjawab, "Ya." Maka beliau menuangkan cawan besar
yang berisi air, kemudian aku meminumnya sampai kenyang, sampai-sampai aku
merasakan dinginnya di antara dada dan pundakku. Dan beliau SAW berkata,
"Jika kamu mau, berbukalah di rumah kami. Maka aku memilih berbuka di
rumah beliau SAW. Maka kata Abdullah bin
Salam, Utsman dibunuh pada hari itu.
(Thabaqat Ibnu Saad & Tarikh, Ibnu Asakir).
Mimpi Ummu
Salamah
Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin, istri Rasulullah SAW. Ia
termasuk wanita yang tercantik dan termulia dalam silsilah keturunannya. Ia
wafat tahun 61 H.
Diriwayatkan oleh Razim, ia berkata, "Salma
meriwayatkan padaku, ia berkata, "Aku datang ke rumah Ummu Salamah disaat
ia sedang menangis. Maka aku bertanya, "Apa yang menyebabkan kamu
menangis?" Ia menjawab, "Aku bertemu Rasulullah SAW didalam mimpi. Di
kepala dan janggutnya terdapat debu, maka aku bertanya, "Kenapa engkau,
wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku baru saja menyaksikan
pembunuhan Husein."
Tak lama terdengar kabar oleh penduduk Madinah bahwa
Sayyidina Husein telah terbunuh di Karbala .
Dan Ummu Salamah adalah termasuk orang yang pertama kali mengetahui kejadian
syahidnya Sayyidina Husein.
(HR.
Tirmidzi).
Mimpi Huzaimah bin Tsabit
Beliau adalah seorang sahabat Rasulllah SAW. Ia
diistimewakan karena kesaksiannya setara dengan kesaksian dua orang. Beliau
termasuk di dalam pasukan Ali dan memperoleh kemuliaan syahid saat perang
Shiffin.
Diriwayatkan oleh Utsman bin Sahl bin Hanif dan Khuzaimah bin Tsabit, “Bahwa ia bermimpi
mencium dahi nabi SAW. Kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW lalu ia
menceritakan mimpinya tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mempersilahkannya, lalu
ia pun mencium dahi Rasul.”
(Musnad Imam Ahmad).
Mimpi Bilal bin
Rabah
Bilal bin Rabah adalah Muazzin di zaman Rasulullah SAW,
termasuk golongan sahabat yang ikut dalm perang Badar. Nabi SAW telah bersaksi
atas penetapannya sebagai ahli surga. Setelah Rasulullah SAW wafat, karena tak
kuat menanggung kesedihan hati akan ingatannya kepada Rasulullah SAW, Bilal
pindah ke negeri Syam.
Bertahun kemudian Bilal melihat Rasulullah SAW didalam
mimpinya di negeri Syam. Rasulullah berkata, "Kenapa kamu berlaku tidak
ramah, wahai Bilal? Bukankah kini telah datang waktunya bagimu untuk
menziarahiku?" Maka Bilal bangun dalam keadaan bersedih dan langsung
bergegas menuju kota
Madinah. ia lalu mendatangi makam Rasulullah SAW dan disana ia menangis.
Sayyidina Hasan dan Husein datang menghampirinya, kemudian
Bilal memeluk keduanya. Maka Sayyidina Hasan dan Husein berkata, "Kami
sangat menginginkan Engkau untuk azan diwaktu sahur." Maka demi takzimnya
kepada kedua cucu Rasulullah SAW ia naik ke atap masjid. ketika ia menyerukan
"Allahu Akbar, Allahu Akbar" bergetarlah seluruh kota Madinah. Keluarlah para penduduknya
berduyun-duyun ke masjid sambil menangis tersedu-sedu karena suara Bilal
mengingatkan mereka pada kehidupan di zaman Rasul. Dan tidak pernah disaksikan
hari yang lebih banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu. Seminggu
kemudian Bilal wafat.
(Asadul Ghabah, Ibnu Atsir).
Mimpi Tentang
Imam Bukhari
Beliau adalah seorang imam
terkemuka ahli hadits. Namanya adalah Muhammad bin Ismail Al Bukhari. Gelarnya
adalah Amirul Mukminin fil Hadits yang artinya Pembesar Kaum Mukminin dalam
ilmu hadits. Beliau mengarang kitab yang seluruhnya berisi hadits-hadits
shahih. Beliau wafat pada tahun 256 H.
Diriwayatkan dari Muhammad
bin Yusuf Al Fibrari, ia berkata, ‘Aku mendengar Najm bin Fadhil, seorang ahlul
ilmi berkata, “Aku bermimpi melihat nabi SAW keluar dari kota Masiti, sedangkan
Muhammad bin Ismail Al Bukhari berada di belakangnya, dimana bila nabi SAW
melangkahkan kakinya, Al Bukhari pun melakukan hal yang sama dan meletakkan
kakinya di atas langkah nabi SAW dan mengikuti bekas langkahnya.”
Diriwayatkan dari Muhammad
bin Muhammad bin Makki, ia berkata, “Aku mendengar Abdul Wahid bin Adam
Ath-Thawwisi berkata, ‘Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW dan sekelompok
sahabatnya, beliau sedang berhenti di suatu tempat, maka aku mengucapkan salam
dan beliau menjawabnya. Aku bertanya, ‘Kenapa, Ya engkau berhenti Rasulullah?’
Beliau menjawab, ‘Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhari.’ Dan setelah
beberapa hari datang berita kepadaku tentang wafatnya Al Bukhari. Setelah aku
perhatikan, ia wafat pada waktu aku mimpi bertemu Rasululah SAW.”
(Tarikh Baghdadi).
Mimpi Ibnu
Arabi
Beliau adalah seorang sufi besar dari negeri Andalusia yang mendapatkan gelar Syaikhul Akbar. Beliau
menulis banyak kitab tentang tasawuf, di antaranya yaitu Al Futuhatul Makkiyah
dan Fushusul Hikam. Beliau wafat tahun 638 H.
Pada suatu kali beliau memikirkan masalah rumit yang menjadi
perselisihan di kalangan ulama, yakni mengenai keutamaan dan kelemahan para
malaikat dibandingkan dengan manusia (selain Rasulullah SAW, karena Rasul
adalah seutama-utamanya makhluk ciptaan Allah). Ia, Ibnu Arabi berkata:
Aku bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpi dan aku
bertanya mengenai persoalan ini setelah menuturkan silang pendapat di kalangan
ulama. Rasulullah berkata padaku: "Malaikat lebih mulia (daripada
manusia)" Aku berkata, "Aku mempercayai jawabanmu. Tapi apa alasanku
jika aku ditanya mengenai hal ini?" Beliau SAW berkata: "Engkau tahu
aku adalah manusia yang paling mulia. Engkau juga telah memahami hadits yang
aku sampaikan dari Allah bahwa Dia berfirman, "Barangsiapa menyebut nama-Ku
didalam dirinya, Aku akan menyebutnya didalam diri-Ku, dan barangsiapa menyebut
nama-Ku dalam sebuah majlis, aku akan menyebut namanya dalam sebuah majlis yang
lebih baik dari majlisnya (yakni majlis di kalangan malaikat). Betapa banyak
manusia yang telah menyebut nama Allah dalam sebuah majlis, yang telah aku
(Rasulullah) hadiri. Dan karena itu, betapa banyak manusia yang telah Allah
sebutkan dalam sebuah majlis yang lebih baik dari majlis itu!" Tak ada
yang lebih menyenangkan hati selain penjelasan dari Rasul ini, karena ini
memang persoalan yang telah mengusik hatiku sekian lama.
Ia juga pernah bermimpi kembali bertemu nabi SAW. Ia
berkata, "Aku bertanya, 'Apakah hewan tidak akan dibangkitkan pada hari
kiamat?' Rasulullah SAW menjawab, "Tidak, hewan tidak akan dibangkitkan di
hari kiamat" Aku bertanya, 'Apakah sudah pasti begitu? Apakah tidak
mungkin ada penafsiran lain mengenai masalah ini (yaqin min ghairi ta'wil)?'
Rasul menjawab, "Itu pasti, tak ada lagi penafsiran."
(Al Mubasysyirat, Ibnu Arabi).
Mimpi Hasan Al
Bashri
Imam Hasan Al Bashri yang digelari oleh umat sebagai Imamut
Tabi’in (Pemimpinnya Para Tabi’in), pada suatu ketika mengalami kebingungan dan
kegelisahan dalam dakwahnya. Maka ia pun lalu berkhalwat, menyendiri di suatu
tempat untuk beribadah kepada Allah. Lalu ia bermimpi bertemu Rasulullah Saw
sedang berdiri di Padang Arafah sambil menangis di hadapan ummatnya. Rasulullah
saw bersabda:
“Sampai hati
kalian berkata kepadaku: ‘kami sudah tak mampu lagi membantumu, wahai
Rasulullah…’ Padahal aku tak akan mampu mengatakan ucapan itu pada kalian kelak
di Hari Kebangkitan. Dan airmataku, demi Allah, telah berlinang mendengar
ucapan kalian itu.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kegembiraanmu
sementara harus dibatasi dulu, wahai Rasulullah…’ Padahal siang malam kedua
tanganku selalu terangkat untuk kegembiraan kalian.
Sampai hatikah kalian mengatakan kepadaku: ‘kami tak berani
mengambil resiko untuk membelamu, wahai Rasulullah…’ Padahal aku tak pernah
peduli akan resiko yang menimpaku untuk menolong kalian.
Demi samudera kelembutan Allah yang memenuhi dadaku, aku tak
akan tega memerintahkan kalian untuk mengambil resiko dalam membantu urusanku.
Demi kerinduan kalian kepadaku, sampai hatikah kalian hingga
masih takut resiko demi membela panjiku.
Ketika seluruh manusia telah berkumpul, masing-masing dengan
kebingungan, masing-masing dengan kesulitan, masing-masing dengan ketakutan,
maka para malaikat menyingkirkan para manusia untuk membuka jalan bagi kelompok
besarku. Maka lewatlah aku dan puluhan ribu pengikutku dengan dipayungi
panji-panji yang bertuliskan namaku.
Seorang hamba yang hina berusaha meninggikan kepalanya dan
melambai-lambaikan tangannya kepadaku dengan harapan aku akan memanggilnya ke
dalam rombonganku. Maka si hamba hina pun menjerit-jerit berteriak-teriak
memanggil-manggil namaku sambil berusaha menerobos pagar betis para malaikat
yang bertugas membuka jalan bagi kelompokku.
Namun ketika ia berhasil menerobos untuk melihat wajahku
dengan jelas, maka kekecewaan merobek hatinya karena aku telah jauh
melewatinya.
Maka ia pun berteriak memanggil namaku ‘Ya Habibi Muhammad… Ya Habibi Muhammad…’
sambil mengalirkan airmata kesedihan dan kecewa karena ditnggalkan oleh orang
yang paling dirindukannya.
Ia hanya dapat memandang dengan hati yang hancur dalam
kesedihan, memandangi kepergian diriku yang selalu didambakannya.
Lalu ia berkata kepada para malaikat, ‘sampaikan salamku
pada kekasih hatiku, Muhammad saw, bahwa aku sudah kembali ke tempat yang
pantas bagiku, dan sudah tercapai apa yang menjadi niatkuyakni menegakkan
panji-panji beliau, dan siksa neraka aku relakan bagi diriku demi tercapainya
dambaan hatiku yakni kegembiraan hati beliau.’
Kemudian ia pun berbalik dengan seribu kepiluan meninggalkan
tempat yang dari tadi ia berharap dapat menatap wajahku.
Maka kupanggil ia dari kejauhan, dilihatnya seluruh
rombonganku berhenti, karena Pemimpin mereka berhenti. Lalu hamba itu melihat
bahwa akulah yang memanggilnya, kekasih yang selalu dirindukannya. Kubentangkan
kedua tanganku sambil tersenyum lebar, dan aku akan berkata, “Aku tak akan
melupakanmu, wahai fulan… aku tak akan meninggalkanmu, wahai fulan… aku tak
akan membiarkan orang yang merindukanku, wahai fulan… Maka si hamba hina pun
berlari menunduk-nunduk untuk memelukku.
Ia kuberi kesempatan melepas seluruh kerinduannya kepadaku.
Ia kuberi hak untuk mendapat kelembutan kasih-sayang dari orang yang paling
didamba dan dibelanya.
Sampai hatikah kalian menepis tanganku yang terulur kepada
kalian. Kutatap wajah kalian sambil berharap ada diantara kalian yang akan
meringankan kesedihanku.”
Demikian mimpi Imam Hasan Al Bashri yang tercantum dalam
kitab beliau, Al Mahbub.
sumber: theroadtomuhammad.blogspot.com
Mimpi Ahmad
Ibnul Jalla'
Abu Abdullah Ahmad bin Yahya Al Jalla', asli Baghdad dan pernah tinggal
di Ramlah dan Damaskus. Ia termasuk tokoh besar dari kalangan syeikh sufi di
Syam. Ia berguru pada Abu Turab, Dzunnun Al Mishri dan Abu Ubaid Al Bishri
serta kepada ayahnya sendiri, Yahya Al Jalla'.
Ia berkata, "Pada suatu ketika aku pergi mengembara
melintasi gurun dengan bekal yang seadanya. Sampai di kota Madinah, aku telah tidak memiliki apa
pun. Aku lalu mendekati makam Rasulullah SAW, lalu berkata, 'Aku adalah tamu
anda, wahai Rasulullah!' Tiba-tiba aku dilanda kantuk sehingga aku tertidur.
Saat tertidur itu aku bermimpi bertemu nabi SAW dan beliau memberiku roti. Roti
itu kumakan separuhnya, selanjutnya aku bangun. Ternyata separuh roti yang
belum kumakan masih ada di tanganku."
Mimpi Al Fasawi
Ia adalah ulama hadits yang bernama Abu Yusuf Ya’kub bin
Sufyan Al Fasawi. Beliau pengarang kitab At-Tarikh dan Al-Masyikhah yang wafat
di tahun 277 H.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yazid Atthar, Aku mendengar
Ya’kub Al Fasawi berkata, “Aku banyak menyalin hadits di malam hari. Karena
kebutuhan makin banyak, dengan terburu-buru aku menulisnya hingga larut malam
sehingga mengakibatkan mataku berair dan tak dapat melihat. Hal itu membuatku
bersedih, karena hilangnya ilmu dariku dan aku menjadi terasing dari sekitarku.
Aku menangis hingga tertidur. Lalu aku bertemu Rasulullah SAW dimana beliau
memanggilku: ‘Wahai Ya’kub, kenapa kamu menangis?’ Akumenjawab, “Ya Rasulullah,
penglihatanku hilang, sehingga aku sedih tak bisa menulis sunah-sunahmu lagi
dan aku terasing dari sekitarku.”
Beliau bersabda, ‘Mendekatlah padaku.’ Maka aku lalu
mendekat kepadanya. Lalu beliau mengusapkan tangannya di atas mataku
seakan-akan membacakan atas keduanya. Kemudian aku terbangun dan aku dapat
melihat, lalu aku mengambil tulisanku dan duduk di depan lampu untuk
meneruskannya.”
(Tarikhul Islam).
Mimpi Abul
Mawahib Asy-Syadzili
Beliau memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Abul Mawahib
Asy-Syadzili, murid dari Syaikh Abu Sa’id Ash-Shafrawi. Beliau adalah seorang
ulama besar yang pernah mengajar di Universitas Al Azhar, Mesir. Beliau sering
bermimpi berjumpa dengan Rasulullah saw.
Beliau pernah menyatakan: Aku bermimpi melihat Rasulullah
saw berada di lantai atas Universitas Al Azhar pada tahun 825 H, lalu beliau
meletakkan tangannya di dadaku dan bersabda: “Wahai anakku, ghibah itu haram
hukumnya. Tidakkah kau mendengar firman Allah SWT : Janganlah sebagian kamu
membicarakan keburukan (ghibah) sebagian yang lain.” Sedangkan disampingku ada
beberapa orang yang asyik membicarakan keburukan orang. Kemudian beliau
bersabda kepadaku: “Jika kamu tak bisa menghindari untuk mendengar orang-orang
berghibah, maka bacalah surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An-Nas, lalu
hadiahkanlah pahalanya kepada orang yang dighibah atau dibicarakan keburukannya
itu, karena (mendengarkan) ghibah dan pahala dari bacaan tersebut berimbang.”
Beliau menyatakan bahwa suatu hari beliau terlibat
perdebatan di Universitas Al Azhar dengan seseorang atas pernyataan Qasidah Al
Burdah karya Imam Bushiri:
Famablaghul ilmi fihi annahu basyarun
Wa annahu khairu khalqillahi kullihimi
Puncak pengetahuan manusia tentangnya: ia adalah seorang
manusia
Tetapi sesungguhnya ia adalah makhluk Allah yang terbaik.
Ia mengatakan kepadaku bahwa pernyataan ini tidak memiliki
argumentasi. Aku sanggah pernyataannya dan aku katakan bahwa itu telah
didasarkan pada ijma’ yang tak dapat dibantah. Tapi ia tetap tak mau
menerimanya. Lalu setelah itu aku bermimpi melihat Rasulullah saw bersama Abu
Bakar dan Umar sedang duduk di samping mimbar Universitas Al Azhar. Beliau
bersabda menyambutku: “Selamat datang kekasih kami.” Kemudian beliau menoleh
kepada para sahabatnya dan berkata: “Tahukah kalian apa yang telah terjadi hari
ini?” “Kami tidak tahu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. “Sesungguhnya si fulan
yang celaka meyakini bahwa para malaikat lebih utama dariku.” Mereka menyanggah
dengan serentak, “Itu tidak benar, wahai Rasulullah!” Lalu Nabi saw berkata
kepada mereka: “Kasihan keadaan si fulan yang celaka itu, ia sebenarnya tidak
hidup. Sekalipun hidup, ia hidup dalam keadaan ternista dan terhina. Namanya
yang terhina membuatnya sempit dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia meyakini
bahwa ijma’ tidak terjadi pada pengutamaanku di atas semua makhluk. Tidakkah ia
tahu, bahwa pengingkaran Mu’tazilah kepada Ahlussunah tidak dapat merusak
kredibilitas ijma’?
Beliau juga pernah berkata, “Aku bermimpi melihat Rasulullah
saw dan aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, Allah bershalawat sepuluh
kali kepada orang yang membaca shalawat untukmu satu kali. Apakah itu bagi orang
yang menghadirkan hati (khusyu’) dan perasaannya (ta’zhim)? Beliau menjawab:
“Tidak. Itu berlaku bagi orang yang membaca shalawat untukku dalam keadaan
lalai. Allah akan memberinya anugerah sebesar dan sebanyak gunung-gunung
tinggi, yaitu para malaikat akan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Adapun
kalau ia membacanya dengan menghadirkan hati (khusyu’) dan penuh rasa hormat
(ta’zhim), maka nilai pahala dari bacaan itu tidak bisa dijabarkan kecuali oleh
Allah.”
Beliau berkata lagi: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw.
Beliau bersabda kepadaku menjelaskan tentang diri beliau yang mulia: “Aku
tidaklah mati. Kematian hanyalah sebuah ungkapan bagi ketersembunyianku dari
orang yang tidak mendapatkan pemahaman dari Allah. Adapun bagi orang yang telah
mendapatkan pemahaman dari Allah, maka inilah aku: aku bisa melihatnya dan ia
bisa melihatku.”
Beliau menerangkan, “Siapa yang ingin bermimpi Rasulullah
saw, hendaklah ia memperbanyak bersalawat kepadanya siang dan malam, bersama
cintanya kepada para Imam yang shalih dan para wali. Jika tidak begitu, maka
pintu untuk masuk ke dalam mimpi itu akan ditutup, karena mereka adalah
pemimpin manusia, sementara itu Tuhan kita akan murka karena kemurkaan mereka,
demikian pula Rasulullah saw.”
(Afdhalish Shalawat Ala Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).
Mimpi Mahmud Al
Ghaznawi
Namun sang raja yang ditunggu-tunggu tidak kunjung hadir.
Sebab sang raja tidak akan keluar dari kamarnya, walau hari telah siang, jika
belum menyelesaikan wirid shalawatnya. Setelah kejadian ini berlangsung agak
lama, pada suatu malam beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW.
Didalam mimpinya, Rasulullah SAW bertanya, "Mengapa
kamu berlama-lama di dalam kamar? Sedangkan rakyatmu selalu menunggu
kehadiranmu untuk mengadukan berbagai persoalan mereka." Raja menjawab,
"Saya duduk berlama-lama begitu, tak lain karena saya membaca shalawat
kepadamu sebanyak 300.000 kali dan saya berjanji tidak akan keluar kamar
sebelum bacaan shalawat saya selesai."
Rasulullah SAW lalu berkata, "Kalau begitu kasihan
orang-orang yang punya keperluan dan orang-orang lemah yang memerlukan
perhatianmu. Sekarang aku akan ajarkan kepadamu shalawat yang apabila kamu baca
sekali saja, maka nilai pahalanya sama dengan bacaan 100.000 kali shalawat.
Jadi kalau kamu baca tiga kali, pahalanya sama dengan 300.000 kali shalawat
yang kamu baca." Rasulullah SAW lalu membacakan lafazh shalawat yang
kemudian dikenal dengan nama shalawat sulthon.
Akhirnya, raja Mahmud lalu mengikuti anjuran Rasulullah SAW
tersebut yaitu membaca shalawat tadi sebanyak tiga kali. Dengan cara demikian,
shalawat dapat beliau baca dan urusan negara dapat dijalankan dengan sempurna.
Setelah beberapa waktu mengamalkan shalawat itu, raja
kembali bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bertanya
kepadanya, "Apa yang kamu lakukan, sehingga malaikat kewalahan menuliskan
pahala amalmu?" Raja menjawab, "Saya tidak mengamalkan sesuatu, kecuali
mengamalkan shalawat yang Anda ajarkan kepada saya itu."
Shalawat Sulthon
“Ya Allah
limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta
keluarganya sebanyak jumlah rahmatnya Allah. Ya Allah limpahkanlah shalawat
serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya sebanyak
jumlah keutamaan dari Allah. Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada
junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya sebanyak jumlah ciptaan Allah.
Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad
beserta keluarganya sebanyak jumlah apa-apa yang ada dalam pengetahuan Allah.
Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad
beserta keluarganya sebanyak jumlah kemuliaan dari Allah. Ya Allah limpahkanlah
shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya
sebanyak jumlah huruf Kalamullah (Kitab-Kitab Allah). Ya Allah limpahkanlah
shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya
sebanyak jumlah kalimat Allah. Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam
kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya sebanyak tetesan air
hujan. Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi
Muhammad beserta keluarganya sebanyak jumlah daun-daun pepohonan. Ya Allah
limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta
keluarganya sebanyak jumlah butir pasir di gurun. Ya Allah limpahkanlah
shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya
sebanyak jumlah biji-bijian dan buah-buahan. Ya Allah limpahkanlah shalawat
serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya sebanyak
jumlah yang dinaungi kegelapan malam dan diterangi oleh benderang siang. Ya
Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad
beserta keluarganya sebanyak jumlah orang yang telah bershalawat kepadanya. Ya
Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad
beserta keluarganya sebanyak jumlah orang yang belum bershalawat kepadanya. Ya
Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad
beserta keluarganya sebanyak jumlah napas-napas makhluk ciptaan. Ya Allah
limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta
keluarganya sebanyak jumlah apa yang ada di seluruh langit. Ya Allah
limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad beserta
keluarganya sebanyak jumlah tiap-tiap sesuatu yang ada di dalam dunia dan
akhirat. Dan segenap shalawat dari Allah beserta para malaikat-Nya, dan para
Nabi-Nya, dan para Rasul-Nya, dan seluruh ciptaan-Nya, semoga tercurah atas
junjungan para Rasul, pemimpin orang-orang yang bertaqwa, pemuka para ahli
surga, pemberi syafa’at orang-orang yang berdosa, Nabi Muhammad dan juga atas
keluarganya, para sahabatnya, istri-istrinya, keturunannya, ahli baitnya, para
pemimpin yang telah lampau, para guru yang terdahulu, para syuhada dan
orang-orang soleh, dan yang senantiasa taat kepada Allah seluruhnya, dari
penghuni bumi dan langit, dengan rahmat-Mu, wahai yang Maha Pengasih dan
Penyayang, dan Engkau Yang Maha Mulia dari semua yang mulia, segala pujian bagi
Allah Tuhan alam semesta. Dan shalawat serta salam atas Nabi Muhammad beserta
keluarga dan sahabatnya.”
Mimpi Pengamal
Shalawat
Pada suatu ketika, di musim haji, Sufyan ats-Tsauri tengah
melaksanakan thawaf di Baitullah. Ketika itu Sufyan melihat seorang lelaki yang
selalu membaca shalawat setiap ia melangkahkan kaki. Sufyan lalu menghampiri
laki-laki tersebut dan menegurnya, "Wah, kalau begini Anda telah
meninggalkan bacaan tasbih dan tahlil. Anda hanya terfokus pada shalawat untuk
Nabi SAW saja. Apa alasan Anda melakukan amalan ini?"
Laki-laki itu kemudian balik bertanya kepada Sufyan,
"Siapakah Anda ini? Semoga Allah memberikan Anda karunia kesehatan dan
keselamatan!" Sufyan menjawab, "Aku Sufyan ats-Tsauri."
Laki-laki itu berkata, "Baiklah, akan Saya ceritakan kisah Saya. Andaikata
tidak karena Anda adalah orang luar biasa dimasa ini, niscaya Saya tidak akan menceritakan
karunia yang dianugerahkan kepada Saya dan niscaya Saya tidak akan membuka
rahasia yang diberikan Allah pada Saya."
Kemudian laki-laki itu berkisah, "Pada suatu hari, Saya
dan ayahku pergi untuk menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan, ayahku
mengalami sakit, maka Saya berhenti dulu untuk mengobatinya. Lalu disuatu malam
yang memilukan, ayahku meninggal dunia dengan wajah yang menghitam legam. Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un, ayahku telah meninggal dengan wajah yang
menghitam, ujarku dalam hati. Saya merasa sangat sedih sekali menyaksikan
keadaannya.
Lalu saya mengambil selembar kain dan menutupi wajahnya.
Saya begitu larut dalam kesedihan dan terus memikirkan, apa yang akan dikatakan
orang-orang jika melihat wajah ayahku yang hitam legam. Dalam keadaan seperti
itu, Saya diserang kantuk dan jatuh tertidur. Tiba-tiba Saya bermimpi melihat
seorang laki-laki yang sangat tampan, belum pernah Saya melihat laki-laki
setampan itu, seumur hidupku. Pakaiannya begitu bersih dan dari tubuhnya tercium
aroma yang sangat harum, bukan seperti wewangian biasa. Kemudian laki-laki itu
melangkah menuju jasad ayahku dan membuka kain penutup wajahnya. Lalu laki-laki
itu mengusapkan telapak tangannya ke wajah ayahku. Maka tiba-tiba saja wajah
ayah Saya menjadi putih bersinar-sinar.
Ketika laki-laki itu hendak beranjak pergi, Saya memegang
bajunya dan bertanya, 'Wahai hamba Allah, siapakah Anda, yang telah dikaruniai
Allah untuk menyelamatkan ayahku dan melenyapkan kegundahan di hatiku?'
Laki-laki itu lalu menjawab, "Tidakkah kamu mengenalku? Aku adalah
Muhammad bin Abdullah, yang mendapat wahyu Al Quran. Ketahuilah, ayahmu semasa
hidupnya adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya. Akan tetapi, ia
banyak membaca shalawat untukku. Ketika kematian menghampirinya, ia meminta
pertolonganku. Aku banyak menolong orang yang banyak membaca shalawat
untukku." Kemudian Saya bangun dan melihat wajah ayah Saya yang telah
menjadi putih bersinar."
(Afdhalish Shalawat Alaa Sayyidis Saadat, Yusuf
An-Nabhani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar