Kamis, 23 Mei 2013

Muhasabah (Introspeksi)


Muhasabah Amal

Momentum tahun baru, sepertinya cocok untuk menghitung apa saja kekurangan diri kita, sebagaimana kebiasaan para sholihin, seperti tercermin dari nasehat Sayyidina Umar ibn Khatthab RA, “Hisablah dirimu sendiri sebelum nanti di akherat engkau dihisab”, kalau tak salah ada seorang Ulama yang karena banyaknya menghisab diri, sehingga digelari Al-Muhasibi. Berbicara tentang menghisab diri tentunya harus ada orang yang untung dan orang yang rugi.  Dan  makna hijrah mestinya dimaknai berpindah menuju yang lebih baik. Pasti sebagian besar dari kita tahu tentang hadits yang maknanya seperti ini, “Orang yang beruntung yaitu orang yang amalnya hari ini lebih baik dari kemarin. Yang rugi adalah yang amal hari ini sama dengan kemarin, sedang yang amalnya hari ini lebih buruk dari kemarin di golongkan kepada orang yang celaka." Sepertinya saya lebih banyak rugi nih!

Saya akan sedikit berbagi pengalaman dulu, menyertai Guru kami, Alm. Abah Idris Anwar, mungkin bisa sebagai pembanding, kesalehan ulama dulu, yang teringat kalau setelah shalat shubuh, menunggu waktu Isyrok,  setelah pembacaan Aurad Abah Umar, setelah potongan ayat :
wa nunazzilu minal qur'ani ma huwasysyifaau wa rohmatullilmu'miniin walaayaziidudzdzolimiina illa khosaro.

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(Al-Isro:82)
Mulailah Beliau membahas “Khosaro”, kerugian-kerugian amalan yang telah dilakukan di sebut-sebut, hal demikian dilakukan mungkin tiap setelah shubuh, sampai sekarang lebih dari 10 tahun berlalu saya mungkin selalu mengingatnya. Tak pernah menyebut amalan yang pernah dilakukan, yang dihitung justru kerugiannya, padahal kalau sekarang saya hitung amalan apa aja yang didawamkannya, pasti saya tak sanggup untuk mengikutinya. Puasanya yang saya ingat awal dzulhijjah 9 hari, awal muharam 10 hari, Rajab-Sya’ban-Rhomadlon, 6 hari syawal. Shalat sunnah yang saya ingat menurut yang lebih lama menyertai Beliau  pada malam Arofah,  Asyura, Nisfu Sya’ban, 27 Rajab 100 rokaat , saya pernah denger senior saya menyebut jumlah minimal sholat sunnah tiap hari dan jelas saya lupa karena tak pernah diamalkan, demikian secara rutin dilakukan Beliau. Sehingga pada masa menjelang wafatnya karena kaki Beliau lumpuh sehingga sholat  sambil duduk, dan masih mengimami yang biasa 100 roka’at menjadi 20 rokaat. Dan  masih banyak amalan yang telah dianjurkan dan dibiasakan oleh Guru Beliau, Habib Umar.

Hal yang aneh ketika menjelang  tahun wafatnya minta didoakan panjang umur untuk memperbaiki amalannya, terasa aneh karena amal yang di dawamkan Beliau sudah demikian lama sampai berusia 86 tahun, tapi masih terasa banyak kekurangan, dan minta di doakan kepada murid Beliau, hal yang mungkin saya anggap aneh!

Kembali menengok ke diri kita bekal apa saja yang sudah dipersiapkan? Iman harus dibuktikan  dengan amal shaleh, sebab perintah iman selalu digandeng dengan beramal shaleh, bukan hanya angan kosong, atau hanya berupa tulisan seperti tulisan ini, atau istilah Abah Idris sih,  KKO, Kalah Ku Omong (bs.Sunda, maksudnya kenapa Cuma berbicara tidak berbuat ). Contoh lain sebagai pembanding, konon Imam Ali Zainal Abidin di gelari Imam As-Sajjad, karena tiap hari sholat tidak kurang dari  seribu rokaat, pada saat wafatnya ada bekas memikul karung, rupanya Beliau memikul karung gandum sendiri dan dibagikan ke fakir-miskin, dan tidak ada yang tahu kecuali setelah wafatnya, karena fakir miskin yang biasa dapat jatah setelah wafat Imam As-Sajjad tidak dapat jatah lagi. (mohon di koreksi).

Sebagai pelengkap karena saat upload tulisan ini pada hari asyuro, awal muharam sepertinya saat yang tepat untuk mengingat “ Kisah Imam Husein merajut Syahid Karbala”, silahkan simak dan download mp3 dakwah dari Buya Yahya tersebut.

Diatas telah disinggung  teladan yang mudah-mudahan memotivasi kita untuk meningkatkan amal kita, Kalau bagi kita mungkin harus sedikit demi sedikit tapi continue/istiqomah, yang penting ada cirinya saja. dan yang tak boleh dilupakan untuk mengawal dan memupuk Imam dan Amal kita dengan Ilmu, yang dasar mungkin tentang bersuci dan Sholat, denger-denger di sebuah daerah tempo doeloe kalo seorang  mau menikah harus khatam Kitab Safinah (Kitab fikih) dulu. Terlepas dari benar tidaknya atau mungkin sudah tidak berlaku lagi, bukankah mencari ilmu itu wajib bagi seorang Muslim ?

Sebagai Ringkasan muhasabah amal di awal tahun Hijriah  yang secara teori mestinya dimaknai hijrah menjadi lebih baik, Iman – Amal – Ilmu – Ahlak kita, minimal kita menyadari kekurangan diri kita. Dan memohon  diberi kekuatan untuk dapat merobah kekurangan tersebut, La hawla wa la Quwwata illa billah.
Ya Hadi ya ‘Alim ya Khobir  Ya Mubiin –  ya Waly ya Hamid Ya qowim Ya Hafidz. Ya Allah sesungguhnya Engkau telah melihat kekurangan ibadah kami dari pendahulu kami, bimbing dan tunjukilah kami, kami berharap syafaat dari para pemberi syafaat.

Muhasabah Dunia

Berbicara tentang Muhasabah kalau masalah dunia pasti kebanyakan kita paling cerdas dalam menghitungnya. Tapi kadang rencana tinggal rencana, telah  kita tetapkan target tahun depan akan tercapai hal tertentu, tahun depan dilalui ternyata tidak tercapai, tahun berganti tahun sepuluh tahun kemudian bahkan lebih  ternyata belum juga tercapai, hal demikian tentu sangat menyakitkan, mengusahakan hal yang bukan bagian takdir kita adalah menyakitkan, saya turut prihatin kalau anda mengalami hal demikian, semoga Allah menolong Anda, Perlu kita ketahui bahwa cobaan terberat dialami para Nabi dan Rosul, demikian makin kebawah tingkatannya akan makin ringan cobaannya, pada saat ini materialisme makin menjadi-jadi, sehingga kadang kita mengukur kesuksesan seseorang dari atribut keduniaannya, kalau saja kita menghormati seseorang hanya dari atribut dunianya saja, berarti kita telah kehilangan 2/3 keimanan kita.

Kembali kepada target yang tak kunjung tercapai, diri ini harus selalu diingatkan :
Tugas kita adalah memaksimalkan usaha lahir kita dan usaha inilah yang mudah-mudahan bernilai ibadah, dan kita harus siap dengan tembok takdir. Percaya kepada Taqdir adalah bagian dari rukun iman.
Bahwa Al quran adalah mukjizat dan kebenaran yang harus kita yakini, ketika kita membaca AlQuran dan meresapi artinya yakinlah terus belajar untuk yakin, ketika membaca Al quran menjadi obat bagi hati ini, yakinlah! Ketika membaca Allah yang meluaskan rizki dan menyempitkannya, yakinlah !   Ketika sampai pada bacaan : boleh jadi engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu, cobalah untuk yakin!
Andai saja kita meyakini seperti keyakinan salafusholeh, bahwa dunia hanya tempat mampir dan tempat untuk beramal mempersiapkan bekaluntuk di akherat kelak, serta betapa panjang perjalanan setelah hidup di dunia ini, akan terasa ringan cobaan kita, memang kalau teori  sih mudah, tapi cobalah merenung  andaipun kita tidak menerima cobaan tersebut tetap saja cobaan itu menimpa kita, dan kita mendapat dosa, kalau menerima kita dapat pahala sabar . semua keyakinan ini boleh jadi merupakan pemaknaan syahadat.

Ingatlah akan hadits yang maknanya , kalau saja umat Islam sudah mengagungkan urusan dunia, maka akan dicabut kehebatan Islam#. Andai saja kemuliaan dari Allah adalah gemerlapmya dunia ini, pastilah Fir’aun , Qorun dan Haman dan sebangsanya yang paling disayang Allah, ternyata sebuah kenyataan bahwa mereka dihinakan Allah dengan sebab kesombongan akan atribut dunianya, dan kita ketahui bahwa kebanyakan pengikut para Nabi, adalah dari golongan rendah. Sedang Nabi Muhammad SAW lebih memilih menjadi Nabi yang hamba sahaya, pemahaman kita tentang hakekat dunia inilah yang harus kita pelajari. 

Dalam Al-Quran  diantaranya dunia ini digambarkan sebagai berikut :
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.(Al Hadid:20)

Nabi SAW juga bersabda , “Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat mati dan giat berbekal untuk menghadapinya.” Untuk membentengi dari pengaruh materialism dan fitnah Dajjal perlu juga untuk membiasakan membaca surat Kahfi. Siapa yang hafal 10 ayat permulaan (riwayat lain akhir) surat al Kahfi maka dia dilindungi dari Dajjal.(HR.Muslim).

Diatas telah dibahas tentang sikap kita jika menghadapi hal yang tidak sesuai keinginan, adapun jika misalnya tahun ini kita berhasil merealisasikan rencana kita, sikap kita seharusnya mencontoh Nabi Sulaiman AS, berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".(An Naml:40) [1097] Al kitab di sini Maksudnya: ialah kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman ialah Taurat dan Zabur.

Jangan sampai mencontoh perkataan Qarun  : Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (Al Qashash :78).

Sebagai tambahan Nasehat dari Ibrahim bin Adham ini mungkin bisa melengkapi
Wallahu A’lam, semoga Allah  terus menjaga dan memberi kekuatan kepada kita !

Biografi Singkat

Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Adham bin Manshur al ‘Ijli. Ia lahir di Balkh, sebelah Timur Khurasan, karenanya ia dikenal pula dengan nama Abu Ishaq al-Balkhi. Menurut catatan para ahli, seperti al-Bukhari (w. 870 M), ia merupakan keturunan kedua dari Umar bin Khattab, karenanya ia dikenal juga sebagai al-Tamimy. Ia meninggal tahun 162 H (777/8 M) dan dimakamkan di Jabala, Suriah. Ia adalah murid dari Fudhail bin Iyad, yang merupakan murid dari Abdul Wahid bin Zaid (murid dari Hasan al-Bashri). Salah satu murid Ibrahim bin Adham adalah Hudzaifah al-Mar'ashi.
Mungkin tidak ada yang banyak mengenal bahwa beliau adalah seorang pangeran dari Balakh. Seorang pangeran kaya raya dengan istananya yang megah gemilang. Kemegahannya saat itu belum ada
yang menandinginya. Meskipun hidup bergelimang harta dan kekuasaan tidak membuat hati beliau lalai. Bahkan beliau terkenal sebagai orang yang taat beribadah dan sangat penyantun terhadap sesama terlebih kepada orang-orang miskin di negerinya. Setiap Jum’at dikumpulkan para fakir miskin di depan istananya dan ditaburkannya uang dirham ke halaman istana. Ia juga gemar memberi hadiah bagi orang-orang yang dianggap berjasa serta memberi zakat dan shadaqah jariyah pada hari-hari tertentu.
Ibrahim bin Adham, dikenal orang tak pernah duduk dengan menumpangkan kakinya. Seorang muridnya kehairanan dan bertanya, “Wahai Guru, mengapa kau tak pernah duduk dengan bertumpang kaki?” “Aku pernah melakukan itu satu kali,” jawab Ibrahim, “Tapi kemudian aku dengar sebuah suara dari langit: Hai Anak Adham, apakah seorang hamba duduk seperti itu di hadapan tuannya?” Aku segera duduk tegak dan memohon ampun.”

Perihal Kematian Hati Manusia

Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang zuhud dan wara', ditanya tentang firman Allah ta'ala yang artinya, "Berdoa'alah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan do'a kalian." (QS. Ghafir: 60). Mereka mengatakan, "kami telah berdoa kepada-Nya namun belum juga dikabulkan". Lalu beliau menjawab, "Karena hatimu telah mati dengan sebab sepuluh perkara...

Kamu telah mengenal Allah tetapi kamu tidak menunaikan hak-hak-Nya.
Kamu telah membaca kitab Allah tetapi kamu tidak mengamalkannya.
Kamu mengatakan bermusuhan dengan syaitan, tetapi kenyataannya kamu setia dengannya.
Kamu mengaku cinta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tetapi kamu meninggalkan sunnah-sunnah-Nya.
Kamu mengaku cinta surga, namun kamu tidak melakukan amalan-amalan ahli surga.
Kamu mengaku takut neraka, tetapi kamu tidak mau meninggalkan perbuatan dosa.
Kamu mengatakan bahwa kematian adalah benar adanya, tetapi kamu tidak bersiap-siap untuk kematian itu.
Kamu sibuk mencari aib orang lain sedang aibmu sendiri tidak kamu perhatikan.
Kamu telah makan dari rizki-Nya namun kamu tidak pernah bersyukur kepada-Nya.
Kamu sering mengubur orang mati, tetapi kamu tidak pernah mengambil pelajaran darinya.

Ada seorang yang datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah lalu berkata kepadanya, "Wahai Abu Ishak! Sesungguhnya aku telah berbuat zhalim kepada diriku, maka tunjukkanlah kepadaku sesuatu yang dapat menahan dan menyelamatkanku". Lalu Ibrahim berkata, "Jika Anda menerima lima hal dan mampu untuk melakukannya, maka tidak apa-apa Anda berbuat maksiat." Ia berkata,"Tunjukkanlah, wahai Abu Ishak!"
Beliau menjawab,"Yang pertama, jika Anda ingin berbuat maksiat kepada Allah, maka janganlah makan (dari) rizki-Nya." Ia berkata,"Darimana aku makan? Sementara semua yang ada di bumi adalah rizki-Nya?."
Ibrahim berkata, "Wahai fulan, pantaskah Anda memakan rizki-Nya sedang Anda berbuat maksiat kepada-Nya?." Ia menjawab, "Tidak (pantas), lalu tunjukkanlah yang kedua." Ibrahim berkata, "Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya, maka janganlah tinggal di daerah mana saja dari bumi-Nya." Ia berkata, "ini lebih besar lagi, lalu dimana aku akan tinggal?." Ibrahim berkata, "Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk makan dari rizki-Nya menempati bagian dari bumi-Nya sedang Anda berbuat maksiat kepada-Nya?" Dia menjawab, "Tidak! tunjukkan yang ketiga."
Ibrahim berkata, "Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya, makan dari rizki-Nya, dan bertempat di bumi-Nya, maka carilah sebuah tempat yang tidak dilihat oleh Dia, lalu berbuatlah maksiat disitu." Dia menjawab, "Wahai Ibrahim, bagaimana hal itu terjadi sedang Dia mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati?." Ibrahim berkata, "Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk makan dari rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan berbuat maksiat kepada-Nya, sedang Dia melihatmu dan mengetahui kemaksiatan yang kamu tampakkan?." Ia menjawab, "Tidak! lalu tunjukkan yang keempat."
Ibrahim berkata, "Jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu maka katakanlah kepadanya, 'tundalah dahulu sampai aku bertaubat dengan sebenarnya dan beramal shalih'." Ia menjawab, "Dia tidak akan mau menerima hal itu dariku." Ibrahim berkata, "Wahai fulan, jika Anda tidak mampu menolak kematian Anda agar dapat bertaubat lebih dulu dan Anda pun mengetahui bahwasanya jika kematian itu datang Anda tidak bisa mengundurkannya, lalu bagaimana Anda menginginkan kebebasan?" Ia berkata, "Tunjukkan yang kelima."
Ibrahim berkata, "Apabila pada hari kiamat malaikat Zabaniyah datang kepada Anda untuk melemparkan Anda kedalam neraka, janganlah pergi bersamanya." Ia menjawab, "mereka tidak akan meninggalkanku, tidak akan mau menerima permintaanku." Ibrahim berkata, "kalau demikian, bagaimana Anda mengharap selamat?". Ia berkata, "wahai Ibrahim, cukup! cukup! Aku akan beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Dia lalu benar-benar bertaubat kepada Allah dan akhirnya dia beristiqomah dalam beribadah dan menjauhi segala kemaksiatan sampai ia meninggal dunia.

Syaqiiq al-Balkhi adalah teman Ibrahim bin Adham yang dikenal ahli ibadah, zuhud dan tinggi tawakalnya kepada Allah. Hingga pernah sampai pada tataran enggan untuk bekerja. Penasaran dengan keadaan temannya, Ibrahim bin Adham bertanya, “Apa sebenamya yang menyebabkan Anda bisa seperti ini?”
Syaqiiq menjawab, “Ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang dekat. Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk menyuapinya. Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.”

Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah. Mendengar penuturan Syaqiiq tersebut Ibrahim berkata, “Wahai Syaqiiq, mengapa kamu serupakan dirimu dengan burung yang cacat itu? Mengapa Anda tidak berusaha menjadi burung sehat yang memberi makan burung yang sakit itu? Bukankah itu lebih utama? Bukankah Nabi bersabda, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah?”

Sudah selayaknya bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala urusannya, sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti?
Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim dan dia cium tangan itu sambil berkata, “Sungguh. Anda adalah ustadzku, wahai Abu Ishaq (Ibrahim).” (Tarikh Dimasyqi, Ibnu Asakir)

Hanya Karena Sebutir Kurma

Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah swt,” kata malaikat yang satu. “Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi..
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah swt. gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. “Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. “4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim. “Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu. “Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?”. Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat. “Nah, begitulah” kata ibrahim setelah bercerita,
Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?”. “Bagi saya tidak masalah. Insya Allah saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.” “Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu.” Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.

4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. “Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.” “O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

10 Nasihat Ibrahim bin Adham

Suatu ketika Ibrahim bin Adham, seorang alim yang terkenal zuhud dan wara’nya, melewati pasar yang ramai. Selang beberapa saat beliau pun dikerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru! Allah telah berjanji dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya. Kami telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini doa kami tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.

F     Pertama, kalian mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.
F     Kedua, kalian membaca al-Quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.
F     Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.
F     Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.
F     Kelima, kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.
F     Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
F     Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.
F     Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.
F     Kesembilan, kalian setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.
F     Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”

Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.
Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya. Ibrahim menjawab, “Saya melihat kubur yang akan saya tempati kelak sangat mengerikan, sedangkan saya belum mendapatkan penangkalnya. Saya melihat perjalanan di akhirat yang begitu jauh, sementara saya belum punya bekal apa-apa. Serta saya melihat Allah mengadili semua makhluk di Padang Mahsyar, sementara saya belum mempunyai alasan yang kuat untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan saya selama hidup di dunia.”

Ketika Ibrahim Bin Adham Menangis

Suatu hari, seorang tokoh sufi besar, Ibrahim bin Adham, mencoba untuk memasuki sebuah tempat pemandian umum. Penjaganya meminta wang untuk membayar karcis masuk. Ibrahim menggeleng dan mengaku bahwa ia tak punya uang untuk membeli karcis masuk.
Penjaga pemandian lalu berkata, “Jika engkau tidak punya uang, engkau tak boleh masuk.”
Ibrahim seketika menjerit dan tersungkur ke atas tanah. Dari mulutnya terdengar ratapan-ratapan kesedihan. Para pejalan yang lewat berhenti dan berusaha menghiburnya. Seseorang bahkan menawarinya uang agar ia dapat masuk ke tempat pemandian.
Ibrahim menjawab, “Aku menangis bukan karena ditolak masuk ke tempat pemandian ini. Ketika si penjaga meminta ongkos untuk membayar karcis masuk, aku langsung teringat pada sesuatu yang membuatku menangis. Jika aku tak diizinkan masuk ke pemandian dunia ini kecuali jika aku membayar tiket masuknya, harapan apa yang boleh kumiliki agar diizinkan memasuki surga? Apa yang akan terjadi padaku jika mereka menuntut: Amal salih apa yang telah kau bawa? Apa yang telah kau kerjakan yang cukup berharga untuk boleh dimasukkan ke surga? Sama ketika aku diusir dari pemandian karena tak mampu membayar, aku tentu tak akan diperbolehkan memasuki surga jika aku tak mempunyai amal salih apa pun. Itulah sebabnya aku menangis dan meratap.”
Dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu langsung terjatuh dan menangis bersama Ibrahim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar