Muhasabah Amal
Momentum tahun
baru, sepertinya cocok untuk menghitung apa saja kekurangan diri kita,
sebagaimana kebiasaan para sholihin, seperti tercermin dari nasehat Sayyidina
Umar ibn Khatthab RA, “Hisablah dirimu sendiri sebelum nanti di akherat engkau
dihisab”, kalau tak salah ada seorang Ulama yang karena banyaknya menghisab
diri, sehingga digelari Al-Muhasibi. Berbicara tentang menghisab diri tentunya
harus ada orang yang untung dan orang yang rugi. Dan
makna hijrah mestinya dimaknai berpindah menuju yang lebih baik. Pasti
sebagian besar dari kita tahu tentang hadits yang maknanya seperti ini, “Orang
yang beruntung yaitu orang yang amalnya hari ini lebih baik dari kemarin. Yang
rugi adalah yang amal hari ini sama dengan kemarin, sedang yang amalnya hari
ini lebih buruk dari kemarin di golongkan kepada orang yang celaka."
Sepertinya saya lebih banyak rugi nih!
Saya akan sedikit
berbagi pengalaman dulu, menyertai Guru kami, Alm. Abah Idris Anwar, mungkin
bisa sebagai pembanding, kesalehan ulama dulu, yang teringat kalau setelah
shalat shubuh, menunggu waktu Isyrok,
setelah pembacaan Aurad Abah Umar, setelah potongan ayat :
wa nunazzilu
minal qur'ani ma huwasysyifaau wa rohmatullilmu'miniin walaayaziidudzdzolimiina
illa khosaro.
Dan Kami turunkan
dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.(Al-Isro:82)
Mulailah Beliau
membahas “Khosaro”, kerugian-kerugian amalan yang telah dilakukan di
sebut-sebut, hal demikian dilakukan mungkin tiap setelah shubuh, sampai
sekarang lebih dari 10 tahun berlalu saya mungkin selalu mengingatnya. Tak
pernah menyebut amalan yang pernah dilakukan, yang dihitung justru kerugiannya,
padahal kalau sekarang saya hitung amalan apa aja yang didawamkannya, pasti
saya tak sanggup untuk mengikutinya. Puasanya yang saya ingat awal dzulhijjah 9
hari, awal muharam 10 hari, Rajab-Sya’ban-Rhomadlon, 6 hari syawal. Shalat
sunnah yang saya ingat menurut yang lebih lama menyertai Beliau pada malam Arofah, Asyura, Nisfu Sya’ban, 27 Rajab 100 rokaat ,
saya pernah denger senior saya menyebut jumlah minimal sholat sunnah tiap hari
dan jelas saya lupa karena tak pernah diamalkan, demikian secara rutin
dilakukan Beliau. Sehingga pada masa menjelang wafatnya karena kaki Beliau
lumpuh sehingga sholat sambil duduk, dan
masih mengimami yang biasa 100 roka’at menjadi 20 rokaat. Dan masih banyak amalan yang telah dianjurkan dan
dibiasakan oleh Guru Beliau, Habib Umar.
Hal yang aneh ketika
menjelang tahun wafatnya minta didoakan
panjang umur untuk memperbaiki amalannya, terasa aneh karena amal yang di
dawamkan Beliau sudah demikian lama sampai berusia 86 tahun, tapi masih terasa
banyak kekurangan, dan minta di doakan kepada murid Beliau, hal yang mungkin
saya anggap aneh!
Kembali menengok
ke diri kita bekal apa saja yang sudah dipersiapkan? Iman harus dibuktikan dengan amal shaleh, sebab perintah iman
selalu digandeng dengan beramal shaleh, bukan hanya angan kosong, atau hanya
berupa tulisan seperti tulisan ini, atau istilah Abah Idris sih, KKO, Kalah Ku Omong (bs.Sunda, maksudnya
kenapa Cuma berbicara tidak berbuat ). Contoh lain sebagai pembanding, konon
Imam Ali Zainal Abidin di gelari Imam As-Sajjad, karena tiap hari sholat tidak
kurang dari seribu rokaat, pada saat
wafatnya ada bekas memikul karung, rupanya Beliau memikul karung gandum sendiri
dan dibagikan ke fakir-miskin, dan tidak ada yang tahu kecuali setelah
wafatnya, karena fakir miskin yang biasa dapat jatah setelah wafat Imam
As-Sajjad tidak dapat jatah lagi. (mohon di koreksi).
Sebagai pelengkap
karena saat upload tulisan ini pada hari asyuro, awal muharam sepertinya saat
yang tepat untuk mengingat “ Kisah Imam Husein merajut Syahid Karbala”,
silahkan simak dan download mp3 dakwah dari Buya Yahya tersebut.
Diatas telah
disinggung teladan yang mudah-mudahan
memotivasi kita untuk meningkatkan amal kita, Kalau bagi kita mungkin harus
sedikit demi sedikit tapi continue/istiqomah, yang penting ada cirinya saja.
dan yang tak boleh dilupakan untuk mengawal dan memupuk Imam dan Amal kita
dengan Ilmu, yang dasar mungkin tentang bersuci dan Sholat, denger-denger di
sebuah daerah tempo doeloe kalo seorang
mau menikah harus khatam Kitab Safinah (Kitab fikih) dulu. Terlepas dari
benar tidaknya atau mungkin sudah tidak berlaku lagi, bukankah mencari ilmu itu
wajib bagi seorang Muslim ?
Sebagai Ringkasan
muhasabah amal di awal tahun Hijriah
yang secara teori mestinya dimaknai hijrah menjadi lebih baik, Iman –
Amal – Ilmu – Ahlak kita, minimal kita menyadari kekurangan diri kita. Dan
memohon diberi kekuatan untuk dapat
merobah kekurangan tersebut, La hawla wa la Quwwata illa billah.
Ya Hadi ya ‘Alim
ya Khobir Ya Mubiin – ya Waly ya Hamid Ya qowim Ya Hafidz. Ya Allah
sesungguhnya Engkau telah melihat kekurangan ibadah kami dari pendahulu kami,
bimbing dan tunjukilah kami, kami berharap syafaat dari para pemberi syafaat.
Muhasabah Dunia
Berbicara tentang Muhasabah kalau masalah dunia pasti
kebanyakan kita paling cerdas dalam menghitungnya. Tapi kadang rencana tinggal
rencana, telah kita tetapkan target
tahun depan akan tercapai hal tertentu, tahun depan dilalui ternyata tidak
tercapai, tahun berganti tahun sepuluh tahun kemudian bahkan lebih ternyata belum juga tercapai, hal demikian
tentu sangat menyakitkan, mengusahakan hal yang bukan bagian takdir kita adalah
menyakitkan, saya turut prihatin kalau anda mengalami hal demikian, semoga
Allah menolong Anda, Perlu kita ketahui bahwa cobaan terberat dialami para Nabi
dan Rosul, demikian makin kebawah tingkatannya akan makin ringan cobaannya,
pada saat ini materialisme makin menjadi-jadi, sehingga kadang kita mengukur
kesuksesan seseorang dari atribut keduniaannya, kalau saja kita menghormati
seseorang hanya dari atribut dunianya saja, berarti kita telah kehilangan 2/3
keimanan kita.
Kembali kepada target yang tak kunjung tercapai, diri ini
harus selalu diingatkan :
Tugas kita adalah memaksimalkan usaha lahir kita dan usaha
inilah yang mudah-mudahan bernilai ibadah, dan kita harus siap dengan tembok
takdir. Percaya kepada Taqdir adalah bagian dari rukun iman.
Bahwa Al quran adalah mukjizat dan kebenaran yang harus kita
yakini, ketika kita membaca AlQuran dan meresapi artinya yakinlah terus belajar
untuk yakin, ketika membaca Al quran menjadi obat bagi hati ini, yakinlah!
Ketika membaca Allah yang meluaskan rizki dan menyempitkannya, yakinlah ! Ketika sampai pada bacaan : boleh jadi
engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu, cobalah untuk yakin!
Andai saja kita meyakini seperti keyakinan salafusholeh,
bahwa dunia hanya tempat mampir dan tempat untuk beramal mempersiapkan
bekaluntuk di akherat kelak, serta betapa panjang perjalanan setelah hidup di
dunia ini, akan terasa ringan cobaan kita, memang kalau teori sih mudah, tapi cobalah merenung andaipun kita tidak menerima cobaan tersebut
tetap saja cobaan itu menimpa kita, dan kita mendapat dosa, kalau menerima kita
dapat pahala sabar . semua keyakinan ini boleh jadi merupakan pemaknaan syahadat.
Ingatlah akan hadits yang maknanya , kalau saja umat Islam
sudah mengagungkan urusan dunia, maka akan dicabut kehebatan Islam#. Andai saja
kemuliaan dari Allah adalah gemerlapmya dunia ini, pastilah Fir’aun , Qorun dan
Haman dan sebangsanya yang paling disayang Allah, ternyata sebuah kenyataan
bahwa mereka dihinakan Allah dengan sebab kesombongan akan atribut dunianya,
dan kita ketahui bahwa kebanyakan pengikut para Nabi, adalah dari golongan
rendah. Sedang Nabi Muhammad SAW lebih memilih menjadi Nabi yang hamba sahaya,
pemahaman kita tentang hakekat dunia inilah yang harus kita pelajari.
Dalam Al-Quran
diantaranya dunia ini digambarkan sebagai berikut :
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.(Al Hadid:20)
Nabi SAW juga bersabda , “Orang yang paling cerdas adalah
yang paling banyak mengingat mati dan giat berbekal untuk menghadapinya.” Untuk
membentengi dari pengaruh materialism dan fitnah Dajjal perlu juga untuk
membiasakan membaca surat
Kahfi. Siapa yang hafal 10 ayat permulaan (riwayat lain akhir) surat al Kahfi maka dia
dilindungi dari Dajjal.(HR.Muslim).
Diatas telah dibahas tentang sikap kita jika menghadapi hal
yang tidak sesuai keinginan, adapun jika misalnya tahun ini kita berhasil
merealisasikan rencana kita, sikap kita seharusnya mencontoh Nabi Sulaiman AS,
berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala
Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata:
"Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya
Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar,
Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".(An Naml:40) [1097]
Al kitab di sini Maksudnya: ialah kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman
ialah Taurat dan Zabur.
Jangan sampai mencontoh perkataan Qarun : Karun
berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka. (Al Qashash :78).
Sebagai tambahan Nasehat dari Ibrahim bin Adham ini
mungkin bisa melengkapi
Wallahu A’lam, semoga Allah
terus menjaga dan memberi kekuatan kepada kita !
Biografi Singkat
Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Adham bin Manshur al
‘Ijli. Ia lahir di Balkh ,
sebelah Timur Khurasan, karenanya ia dikenal pula dengan nama Abu Ishaq al-Balkhi.
Menurut catatan para ahli, seperti al-Bukhari (w. 870 M), ia merupakan
keturunan kedua dari Umar bin Khattab, karenanya ia dikenal juga sebagai
al-Tamimy. Ia meninggal tahun 162 H (777/8 M) dan dimakamkan di Jabala, Suriah.
Ia adalah murid dari Fudhail bin Iyad, yang merupakan murid dari Abdul Wahid
bin Zaid (murid dari Hasan al-Bashri). Salah satu murid Ibrahim bin Adham
adalah Hudzaifah al-Mar'ashi.
Mungkin tidak ada yang banyak mengenal bahwa beliau adalah
seorang pangeran dari Balakh. Seorang pangeran kaya raya dengan istananya yang
megah gemilang. Kemegahannya saat itu belum ada
yang menandinginya. Meskipun hidup bergelimang harta dan
kekuasaan tidak membuat hati beliau lalai. Bahkan beliau terkenal sebagai orang
yang taat beribadah dan sangat penyantun terhadap sesama terlebih kepada
orang-orang miskin di negerinya. Setiap Jum’at dikumpulkan para fakir miskin di
depan istananya dan ditaburkannya uang dirham ke halaman istana. Ia juga gemar
memberi hadiah bagi orang-orang yang dianggap berjasa serta memberi zakat dan
shadaqah jariyah pada hari-hari tertentu.
Ibrahim bin Adham, dikenal orang tak pernah duduk dengan
menumpangkan kakinya. Seorang muridnya kehairanan dan bertanya, “Wahai Guru,
mengapa kau tak pernah duduk dengan bertumpang kaki?” “Aku pernah melakukan itu
satu kali,” jawab Ibrahim, “Tapi kemudian aku dengar sebuah suara dari langit:
Hai Anak Adham, apakah seorang hamba duduk seperti itu di hadapan tuannya?” Aku
segera duduk tegak dan memohon ampun.”
Perihal Kematian Hati Manusia
Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang zuhud dan wara',
ditanya tentang firman Allah ta'ala yang artinya, "Berdoa'alah kepada-Ku
niscaya Aku akan mengabulkan do'a kalian." (QS. Ghafir: 60). Mereka
mengatakan, "kami telah berdoa kepada-Nya namun belum juga dikabulkan".
Lalu beliau menjawab, "Karena hatimu telah mati dengan sebab sepuluh
perkara...
Kamu telah mengenal Allah tetapi kamu tidak menunaikan
hak-hak-Nya.
Kamu telah membaca kitab Allah tetapi kamu tidak
mengamalkannya.
Kamu mengatakan bermusuhan dengan syaitan, tetapi
kenyataannya kamu setia dengannya.
Kamu mengaku cinta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
tetapi kamu meninggalkan sunnah-sunnah-Nya.
Kamu mengaku cinta surga, namun kamu tidak melakukan
amalan-amalan ahli surga.
Kamu mengaku takut neraka, tetapi kamu tidak mau
meninggalkan perbuatan dosa.
Kamu mengatakan bahwa kematian adalah benar adanya, tetapi
kamu tidak bersiap-siap untuk kematian itu.
Kamu sibuk
mencari aib orang lain sedang aibmu sendiri tidak kamu perhatikan.
Kamu telah makan
dari rizki-Nya namun kamu tidak pernah bersyukur kepada-Nya.
Kamu sering
mengubur orang mati, tetapi kamu tidak pernah mengambil pelajaran darinya.
Ada seorang yang
datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah lalu berkata kepadanya,
"Wahai Abu Ishak! Sesungguhnya aku telah berbuat zhalim kepada diriku,
maka tunjukkanlah kepadaku sesuatu yang dapat menahan dan
menyelamatkanku". Lalu Ibrahim berkata, "Jika Anda menerima lima hal
dan mampu untuk melakukannya, maka tidak apa-apa Anda berbuat maksiat." Ia
berkata,"Tunjukkanlah, wahai Abu Ishak!"
Beliau
menjawab,"Yang pertama, jika Anda ingin berbuat maksiat kepada Allah, maka
janganlah makan (dari) rizki-Nya." Ia berkata,"Darimana aku makan?
Sementara semua yang ada di bumi adalah rizki-Nya?."
Ibrahim berkata, "Wahai
fulan, pantaskah Anda memakan rizki-Nya sedang Anda berbuat maksiat
kepada-Nya?." Ia menjawab, "Tidak (pantas), lalu tunjukkanlah yang
kedua." Ibrahim berkata, "Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya,
maka janganlah tinggal di daerah mana saja dari bumi-Nya." Ia berkata,
"ini lebih besar lagi, lalu dimana aku akan tinggal?." Ibrahim
berkata, "Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk makan dari rizki-Nya
menempati bagian dari bumi-Nya sedang Anda berbuat maksiat kepada-Nya?"
Dia menjawab, "Tidak! tunjukkan yang ketiga."
Ibrahim berkata,
"Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya, makan dari rizki-Nya, dan
bertempat di bumi-Nya, maka carilah sebuah tempat yang tidak dilihat oleh Dia,
lalu berbuatlah maksiat disitu." Dia menjawab, "Wahai Ibrahim, bagaimana
hal itu terjadi sedang Dia mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam
hati?." Ibrahim berkata, "Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk
makan dari rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan berbuat maksiat kepada-Nya,
sedang Dia melihatmu dan mengetahui kemaksiatan yang kamu tampakkan?." Ia
menjawab, "Tidak! lalu tunjukkan yang keempat."
Ibrahim berkata,
"Jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu maka katakanlah
kepadanya, 'tundalah dahulu sampai aku bertaubat dengan sebenarnya dan beramal
shalih'." Ia menjawab, "Dia tidak akan mau menerima hal itu
dariku." Ibrahim berkata, "Wahai fulan, jika Anda tidak mampu menolak
kematian Anda agar dapat bertaubat lebih dulu dan Anda pun mengetahui
bahwasanya jika kematian itu datang Anda tidak bisa mengundurkannya, lalu
bagaimana Anda menginginkan kebebasan?" Ia berkata, "Tunjukkan yang
kelima."
Ibrahim berkata,
"Apabila pada hari kiamat malaikat Zabaniyah datang kepada Anda untuk
melemparkan Anda kedalam neraka, janganlah pergi bersamanya." Ia menjawab,
"mereka tidak akan meninggalkanku, tidak akan mau menerima
permintaanku." Ibrahim berkata, "kalau demikian, bagaimana Anda
mengharap selamat?". Ia berkata, "wahai Ibrahim, cukup! cukup! Aku
akan beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Dia lalu benar-benar
bertaubat kepada Allah dan akhirnya dia beristiqomah dalam beribadah dan
menjauhi segala kemaksiatan sampai ia meninggal dunia.
Syaqiiq al-Balkhi adalah teman Ibrahim bin Adham yang
dikenal ahli ibadah, zuhud dan tinggi tawakalnya kepada Allah. Hingga pernah
sampai pada tataran enggan untuk bekerja. Penasaran dengan keadaan temannya,
Ibrahim bin Adham bertanya, “Apa sebenamya yang menyebabkan Anda bisa seperti
ini?”
Syaqiiq menjawab, “Ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya
melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana
burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang
dekat. Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung
itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk
menyuapinya. Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat
untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini
pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.”
Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku
menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah. Mendengar penuturan Syaqiiq
tersebut Ibrahim berkata, “Wahai Syaqiiq, mengapa kamu serupakan dirimu dengan
burung yang cacat itu? Mengapa Anda tidak berusaha menjadi burung sehat yang
memberi makan burung yang sakit itu? Bukankah itu lebih utama? Bukankah Nabi bersabda, “Tangan di atas lebih baik
dari pada tangan di bawah?”
Sudah selayaknya
bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala urusannya,
sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti?
Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari
kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim
dan dia cium tangan itu sambil berkata, “Sungguh. Anda adalah ustadzku, wahai
Abu Ishaq (Ibrahim).” (Tarikh Dimasyqi, Ibnu Asakir)
Hanya Karena Sebutir Kurma
Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat
ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari
pedagang tua di dekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus,
Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma
itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia
langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa.
Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan
dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia
mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
“Itu, Ibrahim
bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah
swt,” kata malaikat yang satu. “Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak
karena 4 bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang
pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi..
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama
4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya
tidak diterima oleh Allah swt. gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan
haknya. “Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas
untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk
meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual
kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak
muda. “4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua.
kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim. “Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya
sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu.
“Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta
penghalalan ?”. Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda
itu mendengarkan penuh minat. “Nah, begitulah” kata ibrahim setelah bercerita,
“Engkau
sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik
ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?”. “Bagi saya tidak masalah. Insya
Allah saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11
orang. Saya tidak berani mengatas nama kan
mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.” “Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui
mereka satu persatu.” Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui.
Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma
milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.
4 bulan kemudian,
Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua
malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. “Itulah ibrahim bin adham
yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.” “O,
tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari
ahli waris pemilik kurma itu.. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali
dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang
ia sudah bebas.”
10 Nasihat
Ibrahim bin Adham
Suatu ketika
Ibrahim bin Adham, seorang alim yang terkenal zuhud dan wara’nya, melewati
pasar yang ramai. Selang beberapa saat beliau pun dikerumuni banyak orang yang
ingin minta nasehat. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru!
Allah telah berjanji dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya.
Kami telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini
doa kami tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara
sekalian. Ada
sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.
F
Pertama, kalian mengenal Allah,
namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.
F
Kedua, kalian membaca al-Quran,
tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.
F
Ketiga, kalian mengakui bahwa
iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti
jejak dan perintahnya.
F
Keempat, kalian mengaku mencintai
Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.
F
Kelima, kalian sangat menginginkan
surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.
F
Keenam, kalian takut dimasukkan ke
dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
F
Ketujuh, kalian mengaku bahwa
kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk
menghadapinya.
F
Kedelapan, kalian sibuk mencari
aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.
F
Kesembilan, kalian setiap hari
memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.
F
Kesepuluh, kalian sering mengantar
jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal
yang serupa.”
Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.
Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu
menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya. Ibrahim
menjawab, “Saya melihat kubur yang akan saya tempati kelak sangat mengerikan,
sedangkan saya belum mendapatkan penangkalnya. Saya melihat perjalanan di
akhirat yang begitu jauh, sementara saya belum punya bekal apa-apa. Serta saya
melihat Allah mengadili semua makhluk di Padang Mahsyar, sementara saya belum
mempunyai alasan yang kuat untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan
saya selama hidup di dunia.”
Ketika Ibrahim Bin Adham Menangis
Suatu hari, seorang tokoh sufi besar, Ibrahim bin Adham,
mencoba untuk memasuki sebuah tempat pemandian umum. Penjaganya meminta wang
untuk membayar karcis masuk. Ibrahim menggeleng dan mengaku bahwa ia tak punya
uang untuk membeli karcis masuk.
Penjaga pemandian lalu berkata, “Jika engkau tidak punya
uang, engkau tak boleh masuk.”
Ibrahim seketika menjerit dan tersungkur ke atas tanah. Dari
mulutnya terdengar ratapan-ratapan kesedihan. Para
pejalan yang lewat berhenti dan berusaha menghiburnya. Seseorang bahkan
menawarinya uang agar ia dapat masuk ke tempat pemandian.
Ibrahim menjawab, “Aku menangis bukan karena ditolak masuk
ke tempat pemandian ini. Ketika si penjaga meminta ongkos untuk membayar karcis
masuk, aku langsung teringat pada sesuatu yang membuatku menangis. Jika aku tak
diizinkan masuk ke pemandian dunia ini kecuali jika aku membayar tiket
masuknya, harapan apa yang boleh kumiliki agar diizinkan memasuki surga? Apa
yang akan terjadi padaku jika mereka menuntut: Amal salih apa yang telah kau
bawa? Apa yang telah kau kerjakan yang cukup berharga untuk boleh dimasukkan ke
surga? Sama ketika aku diusir dari pemandian karena tak mampu membayar, aku
tentu tak akan diperbolehkan memasuki surga jika aku tak mempunyai amal salih
apa pun. Itulah sebabnya aku menangis dan meratap.”
Dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu
langsung terjatuh dan menangis bersama Ibrahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar